Waspada! “Karim”, Metamorfosis HTI yang Terlarang di Bumi NKRI

Bagikan Sekarang

JAKARTA — Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah bubar di Bumi Nusantara. Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi atas keputusan pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut oleh pemerintah.

Dengan demikian, HTI tetap dibubarkan sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Perkara kasasi HTI bernomor 27 K/TUN/2019 itu resmi diputus Kamis (14/02). Dalam putusannya, sidang yang dipimpin Hakim Agung Is Sudaryono itu menyatakan menolak gugatan HTI.

Dengan demikian, Mahkamah Agung pada dasarnya sudah membenarkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang membenarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Namun, yang patut diwaspadai bagi warga NU dan pemerintah, adalah gerak eksponen HTI di masa mendatang. Mereka tetap bergerak di sejumlah lapis masyarakat, khususnya di kalangan kampus.

Kini komunitas eks-HTI itu membentuk “Komunitas Royatul Islam (Karim). Nama Komunitas Royatul Islam pernah digunakan HTI Jabar waktu mereka mengadakan aksi di depan Gedung Sate, Bandung,” kata Ayik Heriansyah menulis tentang “Stuntman’ HTI Setelah Dibubarkan”.
Untuk memperjelas masalah ini, Berikut naskah tulisan Ayik Heriansyah, yang Pengurus LD PWNU Jabar, Mantan Ketua HTI Babel 2004-2010:
Awal Rajab ini kita diramaikan dengan manuver politik (eksponen) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI membuat beberapa lembaga pengganti peran mereka di tengah masyarakat. Sebut saja “stuntman” HTI. Setelah pintu pemulihan badan hukum HTI melalui jalur hukum formal terkunci rapat, ternyata HTI tidak menyerah. Mereka bertekad melanjutkan perjuangan. HTI membuat badan-badan otonom sesuai segmentasi objek dakwah. Ada segmen untuk ulama, dosen, mahasiswa, pelajar, dan perempuan, dll. Dulu semua segmen ini digarap dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia.

Dua badan otonom yang tetap digunakan HTI: Gema Pembebasan dan BKLDK (Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus). Gema Pembebasan organ fungsional HTI yang menggarap mahasiswa bergerak ekstra kampus, sedangkan BKLDK bergerak di dalam kampus melalui LDK-LDK yang berafiliasi ke HTI. HTI juga mempertahankan nama Media Umat untuk tabloid yang mereka terbitkan dan Al-Wa’ie untuk majalahnya. Adapun buletin jum’at, HTI mengganti nama (rename) dari Al-Islam menjadi Kaffah.

Organ otonom HTI yang lain adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat. LBH ini yang pertama kali mereka bentuk setelah badan hukum HTI dicabut. Lembaga ini berbentuk yayasan. Di ruang sidang pengadilan waktu mereka melakukan gugatan, LBH Pelita Umat berperan sebagai pendamping karena HTI menunjukkan LBH milik Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum mereka. LBH Pelita Umat sangat aktif di luar persidangan. Layaknya HTI, mereka membuat opini-opini melalui media sosial untuk mendukung posisi HTI dipersidangan.

Kini LBH Pelita Umat menjadi “stuntman” HTI di berbagai daerah. Dengan nama LBH, HTI lebih mudah mengurus perizinan acara. Dan orang awam sedikit takut menganggunya. Namanya juga “stuntman”, kegiatan LBH Pelita Umat tetap saja di bawah kendali petinggi HTI. Pengurus-pengurusnya juga anggota HTI. Dari nama program, isu yang diangkat, tema acara, diksi, narasumber dan pola gerakan LBH Pelita Umat, “HTI pisan”. Dengan cover LBH Pelita Umat, HTI bisa melanjutkan dakwahnya di ruang publik (masjid, gedung pertemuan, dll). Acara yang rutin mereka selenggarakan adalah Islamic Lawyer Club (ILC). Kita semua sudah paham acara ini meniru ILC TVOne. Hanya isi dan narasumbernya yang berbeda.

HTI baru saja merilis badan otonom yang bernama Komunitas Royatul Islam (Karim). Nama Komunitas Royatul Islam pernah digunakan HTI Jabar waktu mereka mengadakan aksi di depan Gedung Sate. Karim menjadi perbincangan di media sosial karena mereka mempublis foto pelajar SMA sedang mendengar pengarahan di suatu ruang kelas dan halaqah dengan latar belakang bendera HTI. Ada juga testimoni dari Hafidz Abdurrahman alias M. Maghfur Wachid anggota senior HTI. Dia ketua umum HTI 2004-2010. Karim telah punya jaringan berbagai daerah. Pasti orang HTI yang adan di daerah.

Agustus tahun lalu saya sudah sampaikan ke teman-teman di grup DutaIslam.com, bahwa HTI tidak akan mati kalau para muassisnya masih bergerak bebas. (Baca: HTI Tidak Akan Mati Kalau Muassisnya Masih Bebas Bergerak) HTI belum bubar. Mereka masih solid. Jalur informasi dan komunikasi mereka dengan Amir Hizbut Tahrir tetap lancar. Halaqah-halaqah, kontak-kontak personal dan pengajian-pengajian umum berjalan seperti biasa sambil menunggu situasi politik yang kondusif bagi mereka muncul kembali dengan nama Hizbut Tahrir.

Mereka hanya tidak memiliki badan hukum sehingga gerakan mereka menjadi terbatas. Mereka tidak bisa lagi menggunakan nama HTI untuk mengadakan acara. Keterbatasan ini mereka siasati dengan membuat beberapa “stuntman”. Selain itu anggota HTI yang sudah menjadi figur publik dan memiliki lembaga dan komunitas, melanjutkan dakwah mereka dengan lembaga dan komunitas yang mereka bina.

Apapun nama “stuntman” yang dibuat HTI, dengan cepat akan tercium oleh masyarakat. Karena masyarakat sudah sangat familiar dengan ideologi, permainan opini, lemparan isu, diksi yang digunakan, pola gerakan dan aktor-aktornya, baik aktor lapangan maupun aktor intelektual HTI. Sesungguhnya tidak ada gunanya HTI melanjutkan perjuangan karena perjuangan HTI terbukti salah. Salah menurut hukum syara’ dan konstitusi negara. Kesalahan ajaran HTI telah dibuktikan di pengadilan yang imparsial, bebas dan terbuka di semua jenjang. Kesalahan HTI sudah qath’i.

Toh masyarakat yang menjadi sasaran dakwah HTI sudah mengenal mereka dan mereka sudah menolak dakwah HTI. Dakwah HTI sudah jenuh dan beku. Masyarakat sudah menutup pintu untuk HTI. Alangkah baiknya jika HTI ruju’ ila NKRI. NKRI bukan negara Islam melainkan negara Islami. Mari bangun NKRI agar menjadi negara yang kuat dan disegani dunia internasional.
(dipetik dari dutaislam.com/Red)

Leave a reply