Profil KH. Marzuqi Mustamar
Penampilan beliau sederhana dan apa adanya. Beliau tidak pernah neko-neko. Karena begitu sederhananya, kadang orang tidak mengira bahwa beliau adalah seorang kyai. Di balik kesederhanaan beliau tersimpan lautan ilmu yang begitu luas. Kiprah beliau di masyarakat sudah tidak diragukan lagi. Gaya bicara beliau yang tegas dan lugas menjadi salah satu ciri khas beliau.
Lahir
KH Marzuqi Mustamar lahir di Blitar tanggal 22 September 1966. Sungguh beruntung Kyai Marzuqi karena dilahirkan dalam keluarga yang taat beribadah sekaligus mengerti agama. Ya, abahnya adalah seorang kyai. Alhasil, sejak kecil Kyai Marzuqi dibesarkan dan dididik oleh kedua orang tua beliau dengan disiplin ilmu yang tinggi. Di bawah pengawasan orang tua beliau inilah putra dari Kyai Mustamar dan Nyai Siti Jainab ini mulai belajar Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama.
Keluarga
Pada tahun 1994, KH Marzuqi Mustamar memulai hidup baru. Beliau mempersunting salah seorang santriwati Pondok Nurul Huda yang bernama Saidah. Sang istri merupakan putri Kyai Ahmad Nur yang berasal dari Lamongan. Kyai Marzuqi sangat bersyukur sekali sebab gadis yang menjadi pendamping hidup beliau adalah seorang hafidzoh (hafal Al-qur’an).
Istri: Hj. Saidah
Putra-Putri:
1.Habib Nur Ahmad
2.Diana Nabila
3.Millah Shofiya
4.M. ‘Izzal Maula
5.‘Izza Nadila
6.Rossa Rahmania
7.Dina Roisah Kamila
Pendidikan
Selain dididik disiplin ilmu yang tinggi, ternyata beliau waktu kecil sudah dididik tentang kemandirian agar memiliki etos kerja yang tinggi dengan cara memelihara kambing dan ayam petelur milik Bu Lik Umi Kultsum. Dengan memelihara kambing dan ayam petelur inilah, beliau mendapat pelajaran bagaimana membimbing umat islam, dan bagaimana menjadi pemimpin.
Pendidikan Dini
Saat duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah sampai sebelum belajar di Malang, anak kedua dari delapan bersaudara ini mulai belajar ilmu nahwu, shorof, tasawuf dan ilmu fikih kepada Kyai Ridwan dan Kyai-Kyai lain di Blitar. Sejak SMP, beliau diminta mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab kecil lainnya kepada anak-anak dan tetangga beliau. Pada usia yang masih belia tersebut, beliau sudah mengkhatamkan dan faham kitab Mutammimah pada saat beliau kelas 3 SMP.
Selepas dari SMP Hasanuddin, beliau melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Tlogo Blitar. KH Marzuqi Mustamar muda merupakan pemuda yang beruntung sebab di usia beliau yang masih belia itu, beliau sudah mendalami ilmu agama ke beberapa orang kyai di Blitar. Di antaranya, beliau mendalami ilmu balaghoh dan ilmu mantek kepada Kyai Hamzah. Mendalami ilmu fikih kepada Kyai Abdul Mudjib dan ngaji Ilmu Hadits kapada Kyai Hasbullah Ridwan.
Ketika beliau duduk di bangku Aliyah, beliau sudah khatam kitab Hadits Muslim dan kitab-kitab kecil lainnnya. Sebelum beliau belajar di Malang, selama di Blitar yang mengajar beliau adalah Orangtua beliau, Kyai Hasbullah Ridwan yang masih eyang beliau, Kyai Hamzah dan Kyai Mujib adalah guru beliau di MAN Tlogo.
Setamat dari MAN Tlogo pada tahun 1985, kyai kelahiran 22 September 1966 ini melanjutkan jenjang pendidikan formalnya di IAIN (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim) Malang, yang waktu itu masih merupakan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk menambah ilmu agama yang sudah beliau dapat, Kyai yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang ini nyantri kepada KH A Masduqi Machfudz di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono. Mengetahui kecerdasan dan keilmuan Kyai Marzuqi yang di atas rata-rata santrinya yang lain, akhirnya Kyai Masduki memberi amanah kepada Kyai Marzuki untuk membantu mengajar di pesantrennya, meskipun saat itu Kyai Marzuki masih berusia 19 tahun. “Saat itu saya diminta untuk mengajar kitab Fathul Qorib bab buyuu’ (jual-beli),” Kenang kyai yang juga Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Berguru pada KH Masduqi Mahfudz
Selain itu, KH Marzuqi Mustamar juga beruntung, karena beliau seringkali diminta untuk mendampingi dakwah KH A Masduqi Machfudz saat mengisi pengajian maupun dalam rapat-rapat organisasi kemasyarakatan. Dari sinilah Kyai marzuki mulai mengetahui betapa beratnya tugas seorang ulama dalam mengayomi umat. Dari gurunya yang juga Rois Syuriah NU Wilayah Jawa Timur itu, Kyai Marzuqi belajar akan keistikomahan menjadi seorang guru. Kyai Masduki Mahfudz itu meskipun pulang malam hari dari mengisi pengajian, beliau selalu membangunkan para santrinya untuk mengaji,” ungkap Kyai Marzuqi.
Salah satu kelebihan beliau, saat masih duduk di bangku kuliah, Kyai Marzuqi sudah biasa memberikan kursus nahwu kepada mahasiswa yuniornya. Namun, ternyata, banyak juga mahasiswa yang tidak hanya belajar nahwu, namun juga mengaji kitab kepadanya. Dengan begini, keilmuan beliau semakin terasah. Kemudian pada tahun 1987 Kyai berputra tujuh ini mendapatkan kesempatan belajar di LIPIA Jakarta. Setelah menempuh dua tahun masa studinya di sana, Kyai Marzuqi kembali ke Malang untuk membantu mengajar di pesantren Nurul Huda, Mergosono dan melanjutkan kuliah S-1.
Ringkasan Pendidikan
1. TK Muslimat Karangsono Kanigoro, Blitar tahun 1972
2. MI. Miftahul ‘Ulum, Tahun 1979
3. SMP Hasanuddin, Tahun 1982
4. MAN Tlogo, Tahun 1985
5. PP. Nurul Huda, Mergosono
6. LIPIA Jakarta, Tahun 1988
7. S-1 IAIN Malang, Tahun 1990
8. S-2 UNISLA, Tahun 2004
Jasa dan Karya Beliau
Selang satu bulan setelah menikah, KH Marzuqi Mustamar bersama istri mencoba mengadu nasib dan hidup mandiri. Saat itu Kyai Marzuqi memilih daerah Gasek, Kecamatan Sukun sebagai tempat jujugan beliau. Pada mulanya, beliau mencari rumah kontrakan yang dekat dengan masjid. Dan akhirnya, beliau ngontrak di rumah salah seorang warga yang bernama pak Har. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, Kyai Marzuqi akhirnya menempati tempat yang baru. Pada saat beliau boyongan, tak lupa santri-santri Pondok Nurul Huda ikut mengantarkan Kyai Marzuqi boyongan ke tempat barunya dan membantu usung-usung barang-barang dan kitab-kitab guru mereka.
Tanpa diduga sebelumnya, pada hari pertama beliau menempati rumah itu, ternyata sudah banyak santri yang datang mengaji kepada beliau. Di rumah yang sederhana itulah Kyai Marzuqi mengajar para santri beliau. Mereka yang waktu itu belajar merupakan cikal bakal santri dan pesantren beliau yang kini menjadi benteng utama umat di wilayah Gasek. Karena santrinya semakin bertambah banyak maka rumah beliau tidak memadai sebagai tempat belajar mereka. Namun, alhamdulillah, Allah SWT memberikan jalan. Waktu itu di daerah Gasek sudah ada Yayasan Sabilurrosyad yang sudah memiliki lahan luas. Namun, setelah beberapa tahun didirikan Yayasan ini belum bisa berkiprah secara optimal. Akhirnya Kyai Marzuqi bekerjasama dengan Yayasan Sabilurrosyad mendirikkan sebuah pesantren dengan Nama Sabilurrosyad.
Aktivitas
Selain sibuk membimbing para santri, kyai yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Arab Universitas Islam Malang ini juga disibukkan dengan urusan ummat. Tiada hari tanpa memberikan pengajian atau mauidzhoh kepada umat. Mulai mengisi pengajian dari masjid ke masjid, blusukan keliling kampung dan lain sebagainya. Saat ini, KH Marzuqi Mustamar juga aktif di berbagai organisasi keagamaan di antara sebagai Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang dan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang. Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat. Sebagai contoh beliau menyusun sebuah kitab, tentang dasar-dasar atau dalil-dalil amaliyah yang dilakukan oleh warga nahdhiyyin. Melalui kitab ini, Kyai Marzuki ingin membuka mata umat bahwa amalan mereka ada dasar hukumnya, sekaligus menjawab tuduhan-tuduhan orang-orang yang tidak setuju dengan sebagian amaliyah warga Nahdhiyyin. Saking hebat dan lugasnya beliau menerangkan itu semua, sampai-sampai Kyai Baidhowi, Ketua MUI Kota Malang memberi julukan “Hujjatu NU”. “Kalau Imam al-Ghozali dikenal sebagai Hujjatul Islam, maka Kyai Marzuki ini Hujjatu NU” Demikian pernyataan Kyai Baidhowi dalam beberapa kesempatan.
Meski kegiatan beliau sangat padat, namun, Kyai yang juga penasehat FKUB ini tetap berusaha untuk menjadi orangtua yang baik. Beliau begitu dekat dan akrab dengan anak-anak beliau yang masih kecil-kecil itu. Tak jarang pula, beliau ikut mengantarkan atau menjemput putra putri beliau sekolah. Dari hasil pernikahan dengan Bu Nyai Saidah, Kyai marzuqi dikaruniai tujuh orang putra. Dua laki-laki dan lima perempuan. Semua putra putrinya disekolahkan di SD Sabilillah Blimbing. Kecerdasan Kyai Marzuqi sepertinya menurun kepada putra-putrinya, terbukti dengan nilai mereka yang seringkali mendapat nilai sempurna termasuk pelajaran eksakta. Bahkan beberapa waktu yang lalu putri beliau menjadi juara Olimpiade Matematika di Yogyakarta dan kini sekolah di SMP Internasional PASIAD milik negera Turki.
Jabatan:
1. Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang 2 periode
2. Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad
3. Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang
4. Dosen Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
5. Penulis tetap di Media Ummat rubrik Mutiara Hadits dan Tanya Jawab
6. Imam dan khotib, pemateri pengajian tetap Masjid Agung Jami’ Malang
7. Imam dan khotib, pemateri pengajian tetap masjid Sabililillah Malang dan banyak masjid besar lainnya
Karya Beliau
Pada tahun 2010 ada satu karya dari tulisan beliau yang monumental yang kini sudah puluhan kali cetak ulang dan disampaikan di hampir ke seluruh penjuru nusantara, yaitu Al-Muqtathafat li ahl al-Bidayat. Buku ini berisi sanggahan kepada beberapa kelompok terutama salafi wahabi yang suka membid’ahkan amaliah kaum Nahdliyyin, dikutip dari dalil-dalil Al-Quran, As-Sunnah dan kaidah Ushul Fiqh. Buku ini masih diperuntukkan untuk kalangan terbatas karena masih berbahasa Arab, yakni para pecinta ilmu, kalangan santri dan pengurus NU. Harapan beliau buku tersebut bisa disampaikan kepada orang lain, manakala sudah dibacakan dan diijazahkan oleh pengarangnya langsung.
Mau mengundang beliau untuk bulan rajab tahun 1441 H
Semoga waktu
Ada no yang bisa dihubungi
Dari
Mwc NU Kecamatan Cipatat
Kab.Bandung Barat
Jawa Barat
No Wa Anwar Hutomi
08888236183
Ada yang tau kiyai ali mas’ud al marzuki?
[…] KH Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU sekarang), Hasan Mutawakkil Alallah (Ketua PWNU Jawa Timur), KH Marzuki Mustamar (Ketua PWNU Jawa Timur), Yahya Cholil Staquf (Katib Aam PBNU), Marsudi Syuhud (Ketua NU), Bahaudin […]