Cinta Tanah Air Perspektif Aswaja (Bagian 1)

1
5672
Bagikan Sekarang

Oleh: K. Lukmanul Hakim (Pengasuh PP Al-Inabah, Tambaksari Surabaya)

Hubbul wathan minal iman atau cinta tanah air sebagian dari iman adalah prinsip yang dipegang teguh oleh NU, bahkan menjadi jati dirinya. Istilah ini sangat populer bagi warga Nahdhiyin sejak periode awal didirikan, yakni pertama kali dipopulerkan oleh KH Wahab Hasbulloh salah satu founding father NUmelalui lirik lagu Ya Lal Wathan yang diciptakan di tahun 1934.[1]

Ruh hubbul wathan minal iman inilah yang kemudian menjadi spirit para Ulama dan warga Nahdhiyyin untuk mempertahankan Negara kesatuan Republik Indonesia dari ancaman penjajah hingga diterbitkannya Resolusi Jihad yang pertama di tanggal 22 oktober 1945 di Surabaya, maupun yang kedua dalam muktamar NU ke 18 di Poerwokerto yang diadakan sejak tanggal 26 hingga 29 Maret 1946. Juga dari rongrongan PKI dan kaum pemberontak lainnya yang mengancam integritas bangsa.

Dalil-Dalil Cinta Tanah Air

Istilah hubbul wathan minal iman yang artinya cinta tanah air sebagian dari iman bukanlah teks hadits apalagi Al-Qur’an. Adapun pendapat yang mengatakannya sebagai hadits, maka dinilai oleh para Ulama sebagai hadits maudhu’.

Meskipun demikian, makna Hubbul Wathan minal Iman adalah shahih, sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Ali Mulla al-Qori (w. 1014 H/1606 M) ulama besar pakar fikih, hadits dan sufi bermadzhab Hanafi-Maturid dalam karyanya Mirqah al-Mafatih  (V/316):

وَأَمَّا حَدِيْثُ حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ فَمَوْضُوْعٌ وَإِنْ كَانَ مَعْنَاهُ صَحِيْحًا.

Hadits hubbul wathan minal iman statusnya maudhu’, meskipun maknanya shahih.”

Selain maknanya shahih, hubbul wathan minal Iman merupakan natijah (kesimpulan) atau dalam ilmu mantiq disebut dengan dalalah al-iltizam dari ayat al qur’an maupun hadits Nabi Saw sebagaimana berikut.

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ  (القصص : 85)

“Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS: Al Qashas: 85)

Asbabun nuzul ayat ini sangat berkaitan dengan kecintaan dan kerinduan Nabi Saw pada tanah airnya, sebagaimana dipaparkan oleh al-Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib (XII/115):

… فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَقَالَ: تَشْتَاقُ إِلَى بَلَدِكَ وَمَوْلِدِكَ، فَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : نَعَمْ. فَقَالَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ : إِنَّ الذى فَرَضَ عَلَيْكَ القرءان لَرَادُّكَ إلى مَعَادٍ. 

“… maka turunlah jibril As dan berkata: “Apakah Engkau rindu pada negerimu dan tempat lahirmu?” Nabi Saw menjawab: “Ya.” Lalu Jibril berkata: “Sesungguhnya Allah Swt berfirman:  “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS: Al-Qashas: 85)

Dalam memahami ayat ini para mufassir mengatakan, ini adalah isyarat atau petunjuk bahwa hubbul wathon minal iman atau cinta tanah air merupakan bagian dari iman. Di antaranya di sampaikan oleh Ismail Haqqi (w. 1127 H/1715 M) dalam Tafsir Ruh al-Bayan (VI/320):

وفِي تَفْسِيْرِ اْلآيَةِ إِشَاَرةٌ إِلَى أَنَّ حُبَّ الْوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَكَانَ عليه السلام يَقُوْلُ كَثِيْراً اَلْوَطَنَ اَلْوَطَنَ …

“Dalam tafsir ayat ini terdapat isyarah bahwa cinta tanah air merupakan sebagian dari iman. Nabi Saw juga sering mengucapkan tanah air, tanah air (karena sangat mencintainya).”

Bersambung


Ilustrasi: nu.or.id

 

1 comment

Leave a reply