Pidato Idul Fitri Gus Dur Tanpa Demokrasi, Fatamorgana
Saudara saudara kaum muslimin di tanah air kita Indonesia, terlebih dahulu saya mengucapkan Selamat Berhari Raya Idul Fitri atau umum dikenal sebagai Selamat Lebaran, mudah-mudahan Idul Fitri kali ini membawakan kedamaian dan ketenangan bagi kita semua.
Karena sebagaimana anda ketahui, kita ini sekarang didera oleh persoalan-persoalan gawat yang membutuhkan pemecahan yang fundamental tetapi segera. Segera saja tidak cukup, fundamental saja tidak cukup, dua-duanya harus tercakup dalam sebuah pengertian, pemecahannya harus cepat tetapi kecepatan tidak boleh mengorbankan hal-hal yang penting, yaitu pemecahan fundamental atau pokok bagi masalah-masalah kita itu.
Dalam hal ini saya ingin mengingatkan bahwa ber Hari Raya Idul Fitri atau berlebaran hanyalah simbolik saja, mempunyai arti perlambang. Itu diselenggarakan seluruh masyarakat kita, baik yang pulang mudik ke kampung-kampung maupun yang tinggal di tempat pekerjaan atau hidup mereka di luar hari raya.
Jalan-jalan kita penuh dengan mereka yang pulang mudik itu dan nanti penuh juga dengan mereka yang kembali ke Jakarta. Tapi ini semua betapa besarnya hanyalah simbolisme atau perlambangan yang kita perlukan dalam kehidupan ini.
Yang sebenarnya adalah Hari Raya Idul Fitri berarti ajakan kepada kita semua untuk memperhatikan nasib kaum mustad’afien, fuqoro, orang-orang miskin, anak-anak yatim, janda-janda yang tidak berpunya, demikian juga hal-hal lain yang dipentingkan.
Di dalam Islam pemenuhan kebutuhan pokok ini merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dari ajaran pokok agama, karena kalau ini dilupakan berarti kita hanyalah mementingkan agama dalam arti upacaranya saja.
Dalam arti kita hanya mementingkan apa yang dinamakan sisi seremoninya saja, padahal agama berbicara jauh lebih banyak tentang semua hal dalam kehidupan. Kalau kita merasa pasti bahwa kehidupan itu begitu penting, bahwa kebenaran ajaran agama kita itu mementingkan adanya penanganan masalah-masalah kemanusiaan yang pokok maka tidak bisa lain kita harus berupaya menegakkan demokrasi yang berati menegakkan kedaulatan hukum, menegakkan perbedaan
diantara kita, karena ini adalah ajaran agama.
Begitu juga kita memberikan tempat bagi kemerdekaan berpendapat. Kemerdekaan berpendapat inilah sebenarnya masih kurang di kalangan kaum muslimin dewasa ini. Karena itu saya sendiri berfikir bahwa kita harus lebih banyak memperhatikan sisi sisi kemerdekaan berpendapat ini.
Pemenuhan kebutuhan pokok tidak bisa lain adalah menegakkan demokrasi, tanpa demokrasi kita hanya memiliki kemajuan ekonomi tetapi yang pada akhirnya merupakan fatamorgana, merupakan angan-angan yang sudah kita saksikan sendiri. Jadi karena itu sekali lagi dalam acara berlebaran kali ini saya memohon anda semua untuk memperhatikan hal-hal tersebut diatas.
Terimakasih
Jakarta 7 Januari 2000
*) Abdurrahman Wahid Presiden Republik Indonesia
kiriman dari NU Bersatu