![](https://pwnujatim.or.id/wp-content/uploads/2017/04/konpress-istighOSAH.jpg)
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32)
Jika para ulama/kiai sepuh sudah turun gunung, tandanya ada persoalan besar yang menjadi kegelisahan. Sebab, para ulama/kiai NU konsisten mewujudkan komitmen & kepeduliannya pada persoalan keagamaan, keumatan & kebangsaan.
Beberapa tahun terakhir, para kiai NU merasakan kegelisahan kuat atas problem-problem keagamaan dan kebangsaan. Akhir Februari 2017 lalu, mereka bermusyawarah di Ponpes Lirboyo Kediri dan sama-sama merasakan adanya isyarat ilahiah untuk menggelar doa bersama atau istighotsah kubro. Ini adalah gawe besar setelah 21 tahun berlalu sejak istighotsah kubro pada Desember 1996 di Stadion Tambaksari Surabaya yang kemudian disusul dengan peristiwa krisis moneter & reformasi.
Istighotsah ini adalah murni kegiatan keagamaan. Nir politik. Sehingga tidak ada pidato/sambutan dari para tokoh politik/pejabat. Tokoh politik/pejabat boleh hadir tapi tidak untuk menyampaikan sambutan. Dalam istighotsah kubro nanti para ulama/kiai NU akan menyampaikan maklumat untuk mengarahkan umat Islam dan seluruh elemen bangsa dalam rangka menguatkan kembali bangunan keagamaan dan kebangsaan di Tanah Air.
Peristiwa-peristiwa di Tanah Air yang terjadi belakangan ini menimbulkan wacana dunia bahwa Islam moderat di Indonesia telah mati. Maka NU siap menjawabnya. Bahwa mayoritas muslim di Indonesia yang selama ini menjadi silent majority masih memiliki komitmen kuat untuk menghadirkan pola beragama dan berbangsa yang tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), i’tidal (adil) dan menjalankan visi rahmatan lil alamin.
Secara alamiah muncul ragam human interest. Ada pasukan semut terdiri dari kaum muda NU yang siap menjadi relawan kebersihan. Masyarakat dan para takmir masjid/mushola di sekitar GOR siap menyambut para jamaah dengan menyediakan tempat singgah. Ada gerakan massif untuk sedekah nasi bungkus dan air minum. Para juru parkir secara suka rela membantu petugas keamanan mengatur lalu lintas, dst
Event besar ini murni swadaya dan mengedepankan kemandirian umat. Umat Islam dari berbagai kalangan tampaknya merindukan kehadiran dan kemurnian persatuan antara ulama/kiai dengan umat untuk mendoakan kejayaan Islam dan menguatkan NKRI dalam menghadapi berbagai ancaman dan ketimpangan.
Karena itulah, umat Islam secara suka rela mengorbankan waktu, tenaga, pemikiran, perhatian, biaya dan kerendahan hati untuk sama-sama menunduk, menengadahkan tangan dan melangitkan doa agar Allah yang Maha Kuasa berkenan senantiasa menerangi bumi khatulistiwa ini dengan NURULLAH (cahaya Allah).