Dua Orang Pengasuh Pondok Nurul Huda, Ini Kisah Unik
USWAH — KH Achmad Shampton Masduqie, putra KH Masduqie Mahfudz (almaghfurlah, mantan Rais Syuriah PWNU Jatim), berkisah soal Pondok Pesantren di Malang. Pesantren Nuru Huda Singosari.
Berikut kisah lengkapnya:
Kiai Abdul Manan pendiri dan pengasuh Pondok Nurul Huda Singosari. Di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta tinggal sekamar dengan Abah Masduqie yang tanpa sengaja, karena Musholla didepan ndalemnya namanya Nurul Huda akhirnya menamakan pondoknya Nurul Huda.
Abah pernah bercerita, Kiai Mannan ini Kiai yang kaya raya, setiap mau makan di pondok selalu mewah, tetapi setiap kali mau makan beliau bertanya kepada diri sendiri, “nefsu koe kepingin mangan enak, nek kepingin, apalno sik quran sak juz.”
Kiai Manan bertemu kembali dengan abah dalam majlisnya Habib Alwy Ibn Salim Alaydrus abahnya Habib Asadullah Alaydrus. Kiai Manan “seingat saya” ngaji kepada Habib Alwy karena mimpi bertemu Rasul dan diperintah ngaji pada beliau.
Sementara abah memang punya hobi, setiap kali masuk sebuah daerah mencari guru untuk melanjutkan mengaji. karenanya di samping Masayih Krapyak, abah juga punya Kiai-Kiai lain yang beliau ikut ngaji dan senantiasa ia Fatihahkan.
Seperti: Kiai Fauzan Jepara, Kiai Aqib Jepara, Kiai Munaja Yogya, Kiai Ashari Yogya, Guru utamanya Kiai Ali Maksum Krapyak, Tuan Guru Nasir Kalimantan (guru saat abah merantau di kalimantan) Kiai Usman Mansur Malang dan Kiai Yahya Gading Malang, dan Habib Alwy.
Habib Alwy inilah yang memang beberapa hari sekali mengumpulkan semua Kiai-Kiai dan habaib se-Malang untuk ngaji bersama dan bergantian, yang jalsahnya masyhur disebut Muhadloroh.
Saking cintanya dengan Abah, setiap haflah akhirussanah Kiai Manan senantiasa mengundang Abah, begitu juga abah, saking cintanya pada Kiai Manan, saya tidak pernah merasakan amarah abah sebesar amarahnya saat saya udzur tidak bisa takziah kapundutnya Kiai Manan, “wong sak ndonya takziah Kiai Manan kecuali anakku siji sing jenenge shampton.”
Setiap kali ada masail fiqhiyah Kiai Manan bertanya pada Abah, begitu juga pada hal-hal yang berkaitan dengan tafsir dan Quran abah bertanya pada Kiai Manan.
Sayang abah agak prosedural, suatu saat Kiai Manan berharap pertanyaan fikihnya diketahui masyarakat banyak dan minta jawaban abah di muat di majalah Aula, abah nda berkenan, kecuali Kiai Manan menulis masailnya dan mengirimkan ke Aula, dan abah menjawab pertanyaan atas permintaan redaksi. “kula namung dijaluki tulung njawab pertanyaan pelanggan aula, mboten ndamel pertanyaan piyambak.” begitu alasan abah.
Lahumal Fatihah… (Red)