‘Apem‘ Identik dengan Megengan, Ma’ruf Syah: Toleransi Umat Beragama
GRESIK — Menjelang bulan Ramadhan, selalu ada kearifan lokal yang dihidupkan masyarakat Muslim di Bumi Nusantara, khususnya masyarakat Jawa. Ada tradisi “Megengan” dikenal dengan kebisaan orang Muslim sebelum pelaksanaan ibadah bulan Puasa.
Wakil Ketua PWNU Jatim Dr. KH. Moh Ma’ruf Syah menjelaskan, “Megengan” berasal dari bahasa Jawa. Artinya menahan. Memasuki Ramadhan, megengan disini dikolerasikan sebagai mempersatu toleransi lintas umat beragama.
“Istilah apem sebenarnya berasal dari bahasa Arab, afuan/ afuwwun, yang berarti ampunan. Jadi, dalam filosofi Jawa, kue ini merupakan simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Namun, karena orang Jawa menyederhanakan bahasa Arab tersebut, maka disebutlah apem.”
Demikian diungkapkan praktisi hukum, yang juga pendiri Masjid Dr. H. M. Ma’ruf Syafi’i, Dusun Damai, Kec, Kedamaian Gresik.
Berkaitan dengan penggunaan makna tersebut, masyarakat Jawa biasanya membuat apem saat menjelang bulan puasa atau Ramadhan. Inilah yang disebut tradisi megengan. Megengan berasal dari bahasa Jawa ‘megeng’ yang berarti menahan diri, bisa diartikan sebagai puasa itu sendiri.
“Dan apem itu identik dengan megengan yang memuat artikulsi ampun (apem), sedengkan megengan adalah tradisi menyambut bulan yang penuh ampun atau Ramadhan. Jadi kolerasi dari megengan ke tolersani beragama tak lain adalah bila hidup saling menjaga hidup rukun itulah yang dikmaksud toleransi, itu berarti saling menghagai dan saling mengampuni.
“Niscaya hidup antar umat beragama selalu damai dan tidak ada pemikiran negati, lebih-lebih tidak ada istilah iintoleran atau radikal,” teganya, Ma’ruf Syah yang dikenal dengan bapak penerus Gus Dur.
Toleransi dan Intoleran
Dengan demikian, Ma’ruf Syah dikenal dengan sebutan pejuang penerus Gus Dur menjelaskan lebih tegas soal toleransi dan intoleran.
“Dari semua agama tidak ada yang mengajarkan tentang kekerasan atau radikalis dan itu di semua agama. Baik agama non- Muslim atau Muslim ( Islam ) itu sendiri dan jika ada agama yang mengajarkan radikalisme atau kekerasan.
“Kami akan mengutuk keras dan kami mulai dari acara megengan ini, dari tempat terpencil di Dusun Damai, Kec, Kedamaian Gresik, akan menjadi pionir untuk memperjuangkan hidup penuh rukun dan toleransi antar lintas agama,” jelas Ma’ruf.
Sementara, Bupati Gresik Gus Yani sangat menapresiasi acara megengan sebagai kontribusi penguat toleransi lentas agama yang digagas oleh Dr KH. M. Ma’ruf Syafi’i, SH. Mhum,
“Sangat berapresiasi dengan gagasan ini, apalagi dimalam ini pada Minggu 11 April 2021 tidak menyaka kalau acara megengan, sekaligus telah di ikrakan megangan sebagai memperkuat dan mepersatukan toleransi di lintas agama. Dan kami sangat mendukung ikrar ini, pada tahun 2022 mendatang akan di ikrakan secara nasional.” (Red)