Bincangkan Islam Nusantara, Nur Syam Kembali ke Kampus

Bagikan Sekarang

IMG-20180912-WA0024SURABAYA – Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Prof. Dr. H. Nur Syam . M. Si kembali menorehkan prestasinya. Hal ini menandai kembalinya ke dunia akademik, setelah mengakhiri tugas di birokrasi sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI – sebelumnya Dirjen Pendidikan Islam.

Lewat seminar sekaligus bedah buku di Amphitheater UINSA Surabaya, Rabu 12 September 2018. Ada tiga karya bukunya yang berhasil di diskukan dalam forum tersebut. Pertama buku yang berjudul Islam Nusantara Berkemajuan. Kedua, Menjaga Harmoni Menuai Damai: Islam, Pendidikan, dan Kebangsaan. Ketiga, Demi Agama, Nusa Dan Bangsa: Memaknai Agama, Kerukunan Umat Beragama, Pendidikan, Dan Wawasan Kebangsaan.

Ketiga bukunya tersebut, Nur Syam dalam sambutanya mengungkapkan Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan akan memberikan sedikit pencerahan. Islam nusantara berkemajuan itu bukan satu farian baru dalam Islam.

“Sebab secara teologis, tentu tidak ada hal krusial yang membedakan antara Islam di Timur Tengah atau Islam di Amerika, bahkan Eropa. Itu secara teologis tidak ada bedanya,” katanya.

Lebih lanjut, Sekertaris Jenderal Republik Indonesia periode 2014-2018 ini menjelaskan jika ada perbedaan terkait aspek spiritual tentu karena faktor pemahaman. Yang berdampak pula pada tradisi di masing-masing wilayah.

Pemahaman yang berbeda tersebut, bahwa perbedaan itu biasa kita kenal seperti cara berpakaian atau tradisi yang mungkin tidak dikenal di timur tengah atau di Indonesia.

“Saya rasa menjadi penting serta perlu kita pahami. Supaya energy kita tidak habis. Sebab kalau kita hanya berdebat personal seperti ini, energi kita untuk memberdayakan masyarakat, mengedukasi masyarakat,” tuturnya.

Kiai Dr Abdul Ghofur Maimoen, Imam Syafe’i dan Prof Kacung Marijan menjadi pembahas dalam diskusi tersebut. Forum pembahasan buku Prof Nur Syam memang mengundang banyak perhatian. Terbukti dengan antusiasme hadirin yang memadati tempat acara.

Abdul Ghofur, Ketua STAI Al-Anwar Sarang pada kesempatan tersebut mengungkapkan, madzhab yang diikuti Indonesia itu bukan berarti mengkritik Islam itu sendiri tetapi mengkritisi pemahaman orang tentang Islam.

Seperti halnya orang sering terkecoh dengan lambang isis bahkan menggunakan simbol-simbol tertentu. Dikira mengkritik Islam itu sendiri dan pemahaman mereka tentang Islam. Padahal pemerintah membredel Hizbut Tahrir Islam (HTI), itu bukan anti-Islam tapi anti terhadap satu pemahaman yang tidak sesuai dengan Nusantara dan kemajuan.

“Jadi bisa dibedakan Islam dan yang dipikirkan seseorang tentang Islam. Lewat buku karya Prof. Nur Syam ini yang membahas tentang Islam pembaharuan, ada yang namanya an-Nusus ala tanzilul wathon. Yang membahas tentang Nusantara. Bukan membahas yang ada di Arab. Kecenderungan HTI atau ISIS(Islamic State of Iraq and Syiria ) untuk mengembalikan seperti era dahulu. Dan Islam Nusantara yang khas dalam Nahdlatul Ulama itu bagaiman menjawab masa sekarang tanpa menimbulkan problem-problem,” katanya.

Tidak hanya mengerti apa itu Islam Nusantara. Namun, menurutnya, ada yang kurang dari Islam Nusantara sendiri. Yaitu berfikir maju tetapi orangnya tidak maju-maju.

“Harus belajar banyak terutama dalam hal pendidikan, kesehatan dan pengelolaan ekonomi”, tambahnya .

Prof Nur Syam, yang pernah menjadi Ketua Litbang PWNU Jatim ini, kini akan kembali beraktivitas di UINSA. Sebagai akademisi yang telah lama dirinya mengabdikan diri di kampus tersebut. (lina/red)

Leave a reply