Zakat Fitrah Pakai Uang Ikut Madzhab Hanafi, Ukuran Berasnya Ikut Madzhab Syafi’i? Apakah Boleh?

0
705
Bagikan Sekarang

FIKIH RAMADHAN — Madzhab Fikih dalam Islam bagus semuanya, jawab Ustadz Ma’ruf Khozin. “Tapi tidak boleh dicampur aduk. Sama seperti soto terasa nikmat, nasi goreng juga nyaman. Kalau dicampur? Ya ambyar. Demikian pula tata cara beragama kita memiliki aturan.”

Lebih jauh Ustadz Ma’ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya:
Jika ikut pendapat madzhab Syafi’i kita berupaya konsisten mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok 2.7 kg. Tapi tidak boleh pakai uang.

Yang membolehkan pakai uang adalah madzhab Hanafi. Tapi ukurannya adalah 3.8 kg dengan ketentuan menggunakan harga kurma, gandum atau anggur (karena Nabi shalallahu alaihi wasallam mengeluarkan zakat fitrah jenis ini). Silahkan lihat dan baca gambar di bawah. Memang agak mahal.

Tapi namanya Ilmu Fikih tentu ada ruang khilafiyah. Silakan mengikuti pendapat Ustadz Nur Hasyim S Anam yang membolehkan Talfiq menurut Madzhab Maliki, jika memang merasa berat dan sulit di masa penyebaran wabah ini. Misalnya sudah terlanjur transfer dll.

Berikut pendapat Ustadz Nur Hasyim S Anam.
Zakat Pakai Uang di Masa Paceklik

Sekarang ini masa paceklik. Zakat pakai beras dikirim kepada keluarga yang membutuhkan kadang kesulitan. Pakai uang dengan takaran madzhab Hanafi juga mahal. Banyak muzakki juga terdampak pandemi.

Jadi kalau umpama (umpama lho ya) ada yang zakat pakai uang dengan kurs Syafii (3 kg beras) biarkan saja. Karena ada sebagian ulama membolehkan itu… (baca Tanwirul Qulub lil Kurdi Fasal fi Hukmit Taqlid Wa Syurutihi). Tapi saya yang bermadzhab Syafi’i tetap menganjurkan zakat pakai beras.

Saya membuat edaran ttg zakat pakai uang sebesar Rp40.000 ikut baznaz. Ini setelah saya cek di online harga 2200 gram tepung gandum sekitar Rp40 Ribu.

Terus ada yang tanya: Bagaimana jika harga tepung gandum di daerah muzakki ternyata lebih mahal?

Saya jawab: Sudah biarin saja. Nanti kalau harganya ditambah kasihan sebab sekarang para pedagang juga lagi sulit. Setidaknya Rp40.000 itu sudah lebih dari 3 kg beras versi Madzhab Syafii.

Tapi saat tadi sore datang santri ke rumah mau zakat dengan uang. Saya tanya berapa uangnya? Dia jawab Rp35.000. (Dalam hati saya berpikir wah ini gak cukup kalau versi Hanafi. Maka yang lebih aman harus ikut Syafii). Maka dia saya suruh beli beras di toko.

Kemudian dia datang bawa beras banyak. Lalu saya tanya: Kok banyak, zakat siapa saja ini?

Dia jawab: Punya keluarga paman dan bibi yang di Palembang.

Saya bilang: Telpon pamannya. Dia nyuruh bayar zakat pakai uang apa beras? Kalau nyuruh pakai uang, bilangin gak sah pakai uang (Rp35.000) harus pakai beras. Jadi bilang sama pamannya kalau uangnya dibelikan beras untuk zakatnya (ini solusi zakat beras dengan cara transfer ke orang agar dibelikan beras untuk zakat). Lalu tanyakan juga sama pamannya, mau zakat ke pesantren atau ke saya? Kalau zakat ke pesantren gak sah sebab pesantren tidak berhak menerima zakat. Kalau zakat ke saya boleh… (Sebab saya masih banyak utang, hehehe jadi malu saya)

Karena pamannya ditelpon tidak bisa berasnya saya suruh bawa dulu besok kembali lagi.

Mengapa saya menyuruh telpon pamannya? Sebab wakil tidak boleh berbuat sekehendak hati tanpa sepengetahuan yang diwakili. Disuruh zakat uang kok dibelikan beras. Disuruh zakat ke pesantren tapi diberikan saya. Maka ini rentan tidak sah.

Kesimpulan:

  1. Madzhab Syafii zakat senilai 2.6 kg beras tidak boleh pakai uang (apalagi pakai masker)
  2. Madzhab Hanafi boleh dengan apa saja (termasuk pakai masker) asal seharga 2.200 gram tepung gandum.
  3. Anda bisa tetap zakat pakai beras dengan transfer uang namun bukan transfer kepada mustahiq langsung. Melainkan transfer ke orang lain. Lalu suruh orang tersebut beli beras senilai 2.7 kg agar menyerahkan kepada mustahiq sebagai zakat anda. (Sebagaimana kisah saya di atas)
  4. Tidak sah zakat uang dengan seharga 2.7kg beras dan diserahkan (ditrasnfer) langsung kepada mustahiq. Karena terjadi pencampuradukan dua madzhab dalam satu tuntutan hukum. Akibatnya hal semacam ini tidak sah menurut Hanafi (sebab tidak seharga 2200 gram tepung gandum). Juga tidak sah menurut Syafii sebab tidak pakai beras.

Namun ada sebagian Malikiyah yang memperbolehkan “oplosan” semacam ini. Dan harapan saya jadikan ini hanya sebagai alternatif terakhir. (Red)

Leave a reply