Pelaku Teror Bukan Syahid

0
523
Bagikan Sekarang

Jember – Dalam pandangan Kiai MN Harisuddin, para teroris bukan termasuk syuhada. Penjelasan tersebut disampaikan Katib Syuriah PCNU Jember tersebut saat mengisi pengajian Kitab Irsyadul Ibad di Masjid Agung Al-Baitul Amien, Ahad (16/4).

Secara khusus, dosen pascasarjana IAIN Jember mengemukakan hadits yang kerap dijadikan landasan yakni umirtu an uqatilan nas hatta yashadu an la ilaha illah wa anni rasulullah. Faiddza qaluha ashamu minni dima’ahum wa amwalahum illa bihaqqiha. Wa hisabuhum alat taqwa. Bahwa hadits ini merupakan perintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa Allah SWT sebagai tuhan mereka dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya, tutur Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates ini saat pengajian Subuh di setiap Ahad tersebut.

Kiai Harisuddin memperingatkan agar tidak memahami hadits tersebut secara tekstual. “Karena pemahaman hitam putih hadits tersebut hanya akan memunculkan sikap radikalisme dalam beragama,” ungkapnya.

Misalnya karena ingin menerapkan hadist ini, maka setiap orang yang ditemui kemudian ditanya apakah sudah bersyahadat. “Kalau tidak bersyahadat, maka orang tersebut akan dipenggal lehernya,” terangnya. Padahal, itu termasuk pemahaman yang keliru dalam memaknai jihad, lanjutnya.

Wakil Ketua PW Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU Jatim ini juga mengoreksi pendapat yang mengatakan para teroris sebagai seorang yang berjihad dan kalau mati disebut syahid.
“Haditsnya dalam Kitab Irsyadul Ibad ini kan bunyinya, man qaatala litakuna kalimatullahi hiyal ulya fahuwa fi sabilillahi. Artinya ukuran jihad fi sabilillah adalah tujuan menegakkan kalimat Allah agar tinggi dan mulia,” jelasnya.

Kalau para teroris, justru membuat agama seperti direndahkan dan tidak mulia. “Bagaimana dikatakan memuliakan agama kalau menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa. Makanya mereka tidak bisa disebut syahid,” tukas Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember ini.

Oleh karena itu, contoh orang yang disebut syahid di Indonesia menurutnya adalah para syuhada yang gugur melawan penjajah Portugis, Belanda dan Jepang. “Kalau di masa sekarang, syahid adalah para pejuang yang melawan Yahudi di Palestina. Jadi merekalah yang disebut syahid,” tegasnya.

Sehingga kalau mereka meninggal, tidak perlu dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalati karena bajunya yang berlumuran darah lantaran perang menjadi saksi di akhirat kelak,” pungkasnya. (Anwari/s@if)

Leave a reply