Mursyid Sufi Berguru kepada Orang Gila, Mungkinkah?
HIKMAH — Nalar dalam dunia kaum sufi, seringkali bertolak-belakang dengan kesadaran kaum awam. Namun, dari ketidaklaziman itu bisa dipetik hikmah dan pelajaran penting dalam peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala (Swt).
Seperti kisah berikut, tentang seorang Mursyid yang berguru kepada orang gila. Mungkinkah? Ini kisahnya:
Syekh Junaid Al-Baghdadi adalah seorang Sufi terkemuka. Pada suatu waktu beliau keluar kota Baghdad bersama dengan beberapa muridnya. Syekh Junaid Al-Baghdadi bertanya tentang Bahlul. Muridnya menjawab, “Ia adalah orang gila, apa yang anda butuhkan darinya?”.
“Cari dia, aku ada perlu dengannya,” kata Syekh Junaid.
Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun. Mereka lalu mengantar Syekh Junaid kepadanya. Ketika Syekh Junaid mendekati bahlul, Beliau melihat Bahlul sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Syekh Junaid kemudian menyapanya, Bahlul menjawab dan bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?”
“Aku adalah Junaid Al-Baghdadi,” kata Syekh Junaid.
“Apakah engkau Abul Qasim?” tanya Bahlul.
“Iya,” jawab Syekh Junaid.
“Apakah engkau Syekh Baghdadi yang memberikan petunjuk spiritual kepada orang-orang?,” Tanya Bahlul lagi.
“Iya,” jawab Syekh Junaid.
“Apakah engkau tau bagaimana cara makan?” tanya Bahlul.
Syekh Junaid lalu menjawab, “Aku mengucapkan Bismillah, aku makan yang ada dihadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya disisi kanan dalam mulutku dan perlahan mengunyahnya, aku tidak menatap suapan berikutnya, aku mengingat Allah sambil makan, apapun yang aku makan aku ucapkan Alhamdulillah, aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan”.
Bahlul berdiri menyibakkan pakaiannya dan berkata “Kau ingin menjadi guru spiritual di dunia tapi kau bahkan tidak tau bagaimana cara makan” sambil berkata demikian ia kemudian berjalan pergi.
Murid Syekh kemudian berkata “Wahai Syekh dia adalah orang gila”.
Syekh Junaid berkata, “Dia adalah orang gila yang cerdas dan bijak, dengarkan kebenaran darinya”.
Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah ditinggalkan lalu dia duduk, Syekh Junaid pun datang mendekatinya.
Bahlul kemudian bertanya “Siapakah engkau?”
“Syekh Baghdadi yang bahkan tidak tau bagaimana cara makan” jawab Syekh Junaid.
“Engkau tidak tau bagaimana cara makan, tapi taukah engkau bagaimana cara berbicara?” Tanya Bahlul.
“Iya” jawab Syek Junaid
“Bagaimana cara berbicara?” Tanya Bahlul.
Syekh Junaid kemudian menjawab “Aku berbicara tidak kurang tidak lebih dan apa adanya, aku tidak terlalu banyak bicara, aku berbicara agar pendengar dapat mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah SAW., aku tidak berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan, aku memberikan perhatian atas kedalaman pengetahuan lahir dan bathin”. Kemudian Ia menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan etika.
Lalu Bahlul berkata, “Lupakan tentang makan, karena kau pun tidak tau bagaimana cara berbicara”.
Bahlul pun berdiri menyibakkan pakaiannya dan berjalan pergi. Murid-murid Syekh berkata, “Wahai Syekh, anda lihat dia adalah orang gila, apa yang engkau harapkan dari orang gila?”
Syekh Junaid menjawab, “Ada sesuatu yang aku butuhkan darinya, kalian tidak tau itu”
Syekh Junaid lalu mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya, Bahlul lalu bertanya, “Apa yang engkau inginkan dariku, kau yang tidak tau cara makan dan berbicara, apakah kau tau bagaimana cara tidur?”.
“Iya aku tau,” jawab Syekh Junaid.
“Bagaimana caramu tidur?” Tanya Bahlul.
Syekh Junaid lalu menjawab, “Ketika aku selesai sholat ‘Isya dan membaca do’a, aku mengenakan pakaian tidurku” kemudian Syekh Junaid menceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama.
“Ternyata kau juga tidak tau bagaimana caranya tidur,” kata Bahlul seraya ingin bangkit dari duduknya.
Tapi Syekh Junaid menahan pakaiannya dan berkata, “Wahai Bahlul aku tidak tau, karenanya Demi Allah ajari aku”.
Bahlul pun berkata, “Sebelumnya engkau mengklaim bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tau, maka aku menghindarimu. Sekarang setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan, maka aku akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apapun yang telah engkau gambarkan itu adalah permasalahan bukan yang utama, kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah, bahwa kau memakan makanan halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang engkau gambarkan, dengan seratus sikap pun tidak akan bermanfaat bagimu melainkan akan menyebabkan hatimu hitam”.
“Semoga Allah memberimu pahala yang besar” kata Syekh Junaid.
Bahlul lalu melanjutkan, “Hati harus bersih dan mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia maka apapun yang kau nyatakan akan menjadi mala petaka bagimu. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik. Dan apapun yang kau katakan tentang tidur, itu juga bernilai tidak utama. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan, kecemburuan dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan didalamnya. Dan ingatlah Allah ketika akan tidur,”.
Syekh Junaid kemudian mencium tagan Bahlul dan berdoa untuknya.
Demikian kisah hikmah semoga bermanfaat sebagai pelajaran bagi kita semua.