Mitos Seputar Biografi Nabi Muhammad; Renungan Maulid

0
815
Bagikan Sekarang

Oleh: Mun’im Sirry*

Saya lahir di sebuah kampung di Madura. Kedua orangtua sangat yakin bahwa saya lahir di pagi hari Kamis. Yang mereka tidak tahu, apalagi yakin, ialah tanggal berapa saya lahir. Ketika ditanya untuk kebutuhan sekolah, kedua orangtua saya mengatakan pernah menulis tanggal lahir di pintu rumah yang, sayangnya, sudah lama terhapus. Jadi, tanggal yang sekarang tertera di paspor sebenarnya dibuat oleh guru saya di SD dulu.

Kisah nyata ini terjadi di abad ke-20 di Indonesia yang sudah tersedia segala peralatan untuk mencatat. Bayangkan kelahiran Nabi Muhammad di suatu daerah terpencil di jarizah Arabia abad ke-6 di mana tak ada kertas atau bahan lain untuk mencatat. Masyarakat Arabia saat itu juga tidak terbiasa menulis. Seberapa yakinkah kita bahwa Nabi lahir pada 12 Rabi’ul Awal? Sumber-sumber Muslim awal tidak menyebut tahun berapa Nabi lahir, kecuali sebutan “tahun gajah”, merujuk pada peristiwa penyerangan tentara Abrahah dari Yaman ke kota Mekkah.

Pertanyaan “seberapa yakinkah” perlu dicarikan jawabannya dari kitab-kitab sejarah. Persoalannya, kita tak punya kitab-kitab sejarah yang bisa memberikan jawaban meyakinkan kapan Nabi Muhammad lahir karena ditulis jauh belakangan dari peristiwa yang hendak direkamnya.

Kitab biografi Nabi paling awal yang sampai kepada kita sekarang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w. 767), yang hidup lebih dari seratus tahun setelah Nabi wafat. Kitab Ibnu Ishaq itu pun tidak bisa dilacak pada karyanya langsung, melainkan hasil suntingan Ibnu Hisyam (w. 834) yang hidup di awal abad ke-9. Dalam kajian kritik historis, kitab Ibnu Ishaq itu tidak lulus tes paling dasar sebagai sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Sebagai renungan maulid Nabi, tulisan ini hendak menyingkap berbagai persoalan dalam biografi Nabi Muhammad, sebagaimana dinarasikan kitab-kitab Muslim tradisional.

Kronologi Hidup Nabi dan Problemnya
Perlu disebutkan di awal, tulisan ini tak ada hubungan dengan figur kanjeng Nabi sebagai idola dan panutan kita, umat Islam. Jika kita mempertanyakan beberapa aspek riwayat hidup beliau, hal itu semata-mata dari sudut pandang sejarah dan tak mengurangi keagungan Nabi. Apakah anasir tulisan ini benar atau tidak, Nabi Muhammad tetap merupakan sumber inspirasi dan teladan kaum Muslim. Tak ada keraguan soal itu.

Dalam sumber-sumber Muslim tradisional, Nabi digambarkan lahir pada 12 Rabi’ul awal tahun gajah, bertepatan dengan tahun 570 M. Beliau menerima wahyu pada usia 40 tahun. Setelah tiga belas tahun berdakwah di Mekkah, Nabi hijrah ke Madinah (sebelumnya disebut Yatsrib). Setelah sukses dalam dakwahnya di Madinah selama sepuluh tahun, beliau meninggal pada 632 dalam usia 63 tahun.
Dalam kisah detail biografi Nabi Muhammad memang terdapat perbedaan pendapat. Tetapi, garis besar atau kronologi di atas disepakati. Namun, dari sudut pandang sejarah, kronologi di atas pun sebenarnya bermasalah.

Karena keterbatasan ruang, tulisan ini akan fokus pada soal kelahiran Nabi. Benarkah Nabi lahir pada tahun gajah? Kapan tahun gajah itu terjadi? Sebagaimana disebutkan di atas, penyebutan “tahun gajah” merujuk pada peristiwa penyerangan tentara Abrahah ke kota Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Dalam literatur Muslim tradisional, peristiwa itu dikaitkan dengan al-Qur’an surat al-Fil (surat gajah).

Setelah berhasil membangun katedral di San’a, Yaman, Abrahah berambisi menjadikan katedral itu pusat ziarah bagi seluruh orang Arab. Namun, kenyataannya, katedralnya masih kalah populer dengan Ka’bah, yang menjadi tempat patung-patung sembahan banyak suku Arab.
Untuk mewujudkan ambisinya itu, tak ada jalan lain kecuali menghancurkan Ka’bah itu sendiri. Namun ketika mendekat, tiba-tiba pasukan bergajah tersebut diserang oleh burung-burung yang menghujani mereka dengan batu hingga berantakan.

Pada momen bersejarah itulah Nabi Muhammad lahir, sehingga kerap disebut lahir pada ‘am al-fil (tahun gajah). Persoalannya, kitab-kitab yang menggambarkan kelahiran Nabi pada tahun gajah ditulis sangat belakangan, lebih dari satu abad setelah wafatnya Nabi.
Sebagian orang akan berargumen, bukankah sejarah hidup Nabi ditransmisikan atau diriwayatkan hingga ke zaman Nabi? Dengan kata lain, walaupun ditulis belakangan, kita bisa pilih mana riwayat tentang biografi Nabi yang shahih/benar?

Saya tidak percaya bahwa penelitian riwayat dapat mengantarkan kita pada kebenaran historis. Tapi, jikapun argumen tradisional di atas diterima, kita dihadapkan pada persoalan yang lebih rumit. Yakni, temuan sumber-sumber dokumenter tentang penyerangan tentara penunggang gajah itu ternyata tidak mengonfirmasi nomenklatur Muslim.

Beberapa tulisan prasasti yang ditemukan di sumur Muraighan, Yaman, mengindikasikan penyerangan Abrahah terjadi pada 552. Hal itu berarti peristiwa penyerangan tentara bergajah terjadi sekitar dua puluh tahun sebelum Nabi Muhammad lahir.
Juga, kronika Yunani yang ditulis oleh Prokopios menyebutkan, tahun gajah itu terjadi sekitar 552. Banyak studi terhadap sumber-sumber pra-Islam cenderung membenarkan bahwa penyerangan itu terjadi sekitar 550-an.

Lalu, kenapa para penulis Muslim menyebut kelahiran Nabi pada tahun gajah? Saya kira, peristiwa ajaib itu paling mudah diingat orang Arab. Cerita tentang kegagalan tentara bergajah sangat manakjubkan. Dan kelahiran Nabi yang agung diasosiasikan dengan peristiwa agung pula. Jadi, bukan karena itu bersifat historis, melainkan upaya mengidealkan Nabi. Artinya, Nabi yang agung lahir pada tahun yang agung pula.

Narasi Non-Historis
Dengan demikian, penetapan tahun kelahiran Nabi tidak didasarkan pada data historis. Ini sekadar contoh bagaimana penulisan biografi seorang figur idola kerap dibangun di atas narasi-narasi non-historis yang dimaksudkan demi glorifikasi. Sungguh sulit dibedakan antara riwayat hidup yang didasarkan pada fakta atau mitos belaka.

Banyak aspek dalam narasi hidup Nabi sebenarnya bersifat eksegetikal atas teks-teks al-Qur’an. Kaitan tahun kelahiran Nabi dengan surat al-Fil merupakan salah satu contoh bagaimana suatu episode dalam hidup Nabi dinarasikan sedemikian rupa supaya serasi dengan peristiwa mukjizat dalam al-Qur’an.

Dalam konteks geografis Arabia dan penggunaan gajah, tak ada catatan dalam sejarah di mana gajah digunakan dalam peperangan. Di Sasanid, Persia, gajah sering digunakan dalam peperangan. Hal serupa tak dikenal di jazirah Arabia.

Sebenarnya dalam surat al-Fil sama sekali tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa kisah yang melibatkan orang-orang penunggang gajah itu terkait dengan peristiwa tertentu di zaman Nabi. Adalah para penafsir yang mengaitkan surat itu dengan tahun kelahiran Nabi. Bagi Muslim awal, kisah dalam surat al-Fil itu begitu agung yang memperlihatkan mukjizat ilahi.

Bagi kita yang hidup di zaman modern, kapan pun Nabi Muhammad lahir pada hari/tanggal/bulan/tahun, maka momen kelahirannya akan menjadi agung. Tapi, bagi para penulis biografi Nabi, deskripsi tentang Nabi yang bersifat luar biasa diperlukan karena mereka mulai berinteraksi dengan literatur dan kaum Kristen yang menggambarkan Yesus dengan banyak mukjizat. Mereka merasa perlu memperkenalkan Nabi mereka dengan hal-hal yang menakjubkan pula.

Maka, dalam kitab sirah (biografi Nabi), banyak diceritakan mukjizat-mukjizat Nabi, padahal al-Qur’an menekankan aspek kemanusiaan Nabi. Demikian juga penetapan Rabi’ul Awal sebagai bulan kelahiran Nabi, yang mengandung makna mukjizati.

Sebelum Islam datang, Rabi’ul Awal memang bulan bersejarah. Dalam kalender Yahudi, Rabi’ul Awal itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Musa, yakni bulan Adar. Kata “Rabi’ul Awal” berarti “musim semi awal,” kemudian diikuti “Rabi’ul Tsani” atau “musim semi kedua/akhir.” Ini cocok dengan kalender Yahudi, karena Adar menandakan bulan transisi dari musim dingin ke musim semi, makanya disebut musim semi awal.

Menariknya, sebagaimana Nabi diriwayatkan lahir dan meninggal pada bulan Rabi’ul Awal, Nabi Musa juga lahir dan meninggal pada bulan Adar. Barangkali ada yang berkata: Ya, itu kan rencana Allah! Nabi Muhammad dan Nabi Musa lahir pada bulan yang sama. Saya tidak mengatakan pendapat seperti itu salah. Yang ingin saya katakan, ada kecenderungan tertentu di kalangan penulis sirah Nabi untuk mengaitkan hal-hal agung dengan Nabi yang agung.

Apakah Nabi memang betul lahir pada bulan Rabi’ul Awal? Sejujurnya saya tidak tahu. Sebagaimana saya tidak tahu apakah Nabi Musa juga lahir pada bulan Adar. Saya kira, penetapan Adar sebagai bulan kelahiran Nabi Musa dikarenakan Adar itu bulan akhir tahun. Pola yang sama diterapkan pada kelahiran Yesus, yang perayaan kelahirannya (Natal) diperingati pada Desember, bulan akhir tahun dalam kalender Romawi. Padahal, tak ada sejarawan yang mengatakan Yesus lahir pada 25 Desember.

Jangankan tanggal kelahiran Nabi Muhammad, Musa dan Isa, saya sendiri tidak tahu persisnya tanggal berapa saya lahir. Namun demikian, kapan pun Nabi lahir, mari kita tetap gemakan shalawat atas junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Shallu ‘ala al-nabi!

*Asisten profesor di Fakultas Teologi Universitas Notre Dame, USA. Kartyanya antara lain: Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Quran Terhadap Agama Lain (Gramedia, 2013), Kontroversi Islam Awal: Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis (Mizan, 2015), dan Scriptural Polemics: The Qur’an and Other Religions (Oxford University Press, 2014).

Leave a reply