Menjadi NU yang Terbuka
Jombang — Peringatan Hari Lahir NU ke-99 yang diadakan di Pondok Pesantren Tebuireng 2 yang berlokasi di Jombok Ngoro Jombang yang digagas KH. Shalahuddin Wahid, pada Jumat malam Sabtu (04/02/22), mulai pukul 21.00 hingga 22.30.
“Kita mengundang Pak Yusuf Suharto untuk berceramah seputar ke-NU-an” ujar Ustadz Umbaran, Kepala Pondok Pesantren dalam sambutannya.
“Ustadz Yusuf ini adalah teman lama kami yang dahulu bersama kami mengikuti Pelatihan Tenaga Hisab dan Rukyah yang diadakan PBNU pada 2006 di Masjid Agung Semarang,” lanjut anggota tim penulis buku sejarah Tebuireng ini.
Dalam sambutannya ustadz alumni Tebuireng ini memaparkan tentang akhlak mulia Hadratus Syekh dalam mengokohkan Ukhuwwah Islamiyah.
“HadratusSyekh berhati-hati dan tidak buru-buru dalam mendirikan NU. Itu juga bagian dari menjaga ukhuwah Islamiyah, karena sebelumnya sudah berdiri Muhammadiyah.”
Yusuf Suharto dalam acara meriah yang dipadati para santri ini tidak melulu hanya ceramah, tapi juga diadakan dialog tanya jawab dengan para santri.
Alumni Pesantren Denanyar ini memaparkan beberapa kisah Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, dan kedua murid beliau, KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas), dan KH. Bisri Syansuri (Denanyar).
Dinyatakan oleh Yusuf agar ber NU itu terbuka, dan tidak kagetan.
“Bahwa di Nahdlatul Ulama itu sudah biasa ada perbedaan pendapat. Kiai Wahab dan Kiai Bisri, masing-masing merdeka dengan pilihannya. Kedua beliau sama-sama ahli fikih.”
Dalam sesi tanya jawab, pertanyaan para santri tergolong unik-unik, contohnya ada yang nanya, “Ayah kami cenderung ke NU, ibu kami cenderung ke non NU, lalu saya ini sebenarnya orang NU apa bukan?”
Yusuf menjawab, “Menjadi NU atau bukan itu adalah pilihan. Jadi, silahkan memilih. Namun, kita harus ingat bahwa pola keagamaan yang diikuti warga NU ini adalah pola mayoritas di dunia, yaitu Aswaja yang merupakan sekitar 85 hingga 90 persen dari populasi penduduk muslim sedunia. Rasulullah sendiri menganjurkan kita untuk ikut golongan mayoritas (as sawadul a’dzam). Nah, sebagai orang NU, tentu saja wajar jika sy berharap sampean menjadi orang NU beneran. Yg tadi ditanyakan tentang landasannya ya tentu ada. NU itu gudangnya para ulama. Amaliyah yang ada itu ada argumentasinya.”
Pertanyaan ini membikin gemuruh ruangan yg memenuhi masjid Pesantren.
Ada juga yang bertanya, “Saya ingin membela orang NU yg memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan non NU, tapi beliau dilarang oleh masyarakat. Saya ingin membelanya, bagaimana caranya?” Para santri SMP dan SMA Trensains sontak juga riuh atas pertanyaan unik ini.
“Membela itu harus punya landasan. Orang yang mau sampean bela itu wajar jika dikritik masyarakat. Namun, masing-masing memang punya hak.”
Ada juga yg bertanya, “Mengapa sih, ada orang-orang yang menyalahkan amaliyah orang NU?”
Ada juga yang bertanya bagaimana menjadi orang NU di tengah-tengah perbedaan organisasi.
Yusuf menjawab, “Ikutilah organisasi seperti IPNU IPPNU, KMNU, PMII, Jatman. Terus komunikasi dengan almamater, menyambung dengan para ustadz dan kiai. Jangan memencilkan ndiri.”
Yusuf juga menyampaikan bahwa sebagai orang NU patut bersyukur karena para ulama panutannya adalah sosok pembaharu agama menurut para ulama.
“Imam Syafii yang wafat pada 204 hijriah itu adalah mujadid pada masanya. Demikian juga Imam Abul Hasan al Asy’ari yang wafat pada 324 Hijriah, dan Imam al Ghazali yang wafat pada 505 hijriah. Jadi, tiga imam kita ini dalam bidang masing-masing yaitu Fikih, Aqidah dan tasawuf adalah para pembaharu.”
Untuk mengokohkan keaswajan Pesantren Tebuireng 2 membekali para santri dalil dalil amaliyah an Nahdliyah, yaitu kitab Hujjah Ahlissunnah wal Jamaah karya Kiai Ali Maksum.”
Hadir dalam Harlah yang diadakan di Masjid Pesantren setempat, A Rofiq, Kepala Sekolah SMA Trensains, para asatidz dan pembina, juga para santri putra putri yang merupakan siswa SMP dan SMA Trensains.
Para santri yang diproyeksikan tidak hanya memahami ilmu keagamaan, tapi juga melek sains ini tampak tertib. Sandal tertata rapi dengan posisi menghadap ke luar.