
Oleh: Akhmad Kanzul Fikri, MPd (Pengasuh PP Al-Aqobah dan PC ISNU Jombang)
Memperingati haul waliyullah dan para masyayikh adalah satu cara kita meneladani sirah beliau untuk dijadikan pedoman sehari-hari. Haul bisa menambah motivasi untuk menjalani kehidupan berbangsa dan beragama sebaik mungkin. Pun, majlis tersebut berfungsi sebagai sarana menambah ilmu seputar cerita salafus shalih karena banyaknya hikmah yang terpancar.
Penulis sendiri berkesempatan menghadiri puncak haul KH Abdul Wahab Chasbullah ke-46 yang dilangsungkan Jumat (4/8) malam. Kegiatan dilangsungkan di halaman pondok induk, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Layaknya prosesi kegiatan haul, acara diawali pembacaan tahlil yang dipimpin KH. Masduqi al-Hafidz dari Perak Jombang. Dilanjutkan sambutan shahibul bait yakni KH Hasib Wahhab atau Gus Hasib, putra Kiai Wahab.
Sementara itu, KH Asep Saifuddin Chalim, Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto didapuk menjadi pembicara sejarah Kiai Wahab.
Dalam penjelasan di hadapan ribuan hadirin, Kiai Asep selaku saksi hidup menceritakan semasa kecilnya, tentang sang ayah, KH Abdul Chalim ketika aktif menjadi sekretaris pribadi Kiai Wahab dan selalu menemani aktifitas sehari-hari.
Banyak kejadian heroik dalam rangka membela agama dan tanah air serta karomah yang nampak dari Kiai wahab ketika menuntut ilmu di Pesantren Langitan, Tuban, dan saat melanjutkan studi selama 5 tahun di Mekkah (1909-1914).
Bapak Pecinta Bangsa
Ketika mendapat giliran memberikan sambutan dan testimoni, Menteri Agama RI, H Lukman Saifudin Saifuddin seakan bernostalgia bagaimana ayahandanya, KH. Saifudin Zuhri (Menteri Agama RI) yang ternyata sangat mengidolakan Kiai Wahab.
Hal ini tidaklah mengherankan, karena Kiai Wahab adalah seorang pejuang, kiai, penggerak dan organisatoris sejati yang tidak rela melihat kondisi bangsa terjajah, terpuruk, serta terbelakang karena kemiskinan dan kebodohan.
Kiai Wahab atau Mbah Wahab adalah sosok orator ulung, pengamal hizb, ahli fiqih sekaligus ahli debat. Karena demikian cintanya kepada Indonesia, Mbah Wahab sering memberikan embel-embel kata “Wathan”dalam setiap pergerakan dan organisasi yang didirikan. Mulai Nahdlatul Wathan, Syubbanul Wathan, mempopulerkan kalimat hubbul wathan minal iman, hingga menciptakan mars Ya Ahlal Wathan. Atau membuat perkumpulan yang menyatukan para ulama dan pemuda masa itu, hingga terbentuklah Komite Hijaz, Nahdlatut Tujjar dan Tashwirul Afkar.
Sehingga cukup beralasdan jika kemudian H Lukman Hakim memberikan usulan agar Kiai Wahab mendapat gelar sebagai “bapak pecinta bangsa”. Hal demikian karena besarnya rasa cinta Mbah Wahab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Puncaknya, acara ditutup mauidah hasanah oleh KH Maimun Zubair dari Sarang. Selama lebih dari satu jam, Mbah Maimun berorasi dengan enerjik dan semangat tentang jaringan ulama NU, fase-fase ulama dalam tiap kurun 300 tahunan yang berbeda corak keilmuannya, hingga masalah kenegaraan dan keberagamaan. Banyak wawasan dan ilmu baru yang bisa diambil dari acara haul ini. (s@if)