
Sidoarjo — Bukan hanya pejabat pusat dan provinsi yang mengadakan open house. Para kepala desa pun membuka pintu rumah selebar-lebarnya agar warga leluasa bertandang. Momen tersebut juga dimanfaatkan untuk berdiskusi masalah yang terjadi di desa.
Rumah Kepala Desa Siwalanpanji, Buduran, Ahmad Choiron terlihat dipenuhi tamu. Selama tiga hari sejak Lebaran Choiron mengadakan open house di rumahnya. Hasilnya, rumahnya tidak pernah sepi didatangi kerabat, perangkat desa, anggota organisasi kemasyarakatan, sampai warga umum.
Selasa (27/6) sore adalah jadwal anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi desa. Mereka berkunjung ke rumah Choiron. Agar suasana lebih akrab, Choiron lebih suka mengobrol dengan tamunya sambil lesehan. “Kesannya lebih akrab saja, sederajat begitu rasanya. Juga, bisa diisi lebih banyak orang,” katanya sebagaimana dimuat Jawapos.com. Semua kue dan jajanan tradisional tersaji di karpet yang digelar di ruang tamu.
Selepas waktu Ashar, rombongan muda-mudi yang tergabung dalam berbagai organisasi desa berduyun-duyun datang ke rumah pak Kades yang menjabat selama enam tahun itu. Jumlahnya puluhan. Mereka adalah para pemuda desa anggota remaja masjid (remas), karang taruna (kartar), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Choiron didampingi sang istri, Titik Karyati, yang juga ketua PKK Desa Siwalanpanji.
Bagi Choiron, salah satu kekuatan vital Desa Siwalanpanji adalah para pemudanya. ’’Kalau ditanya soal UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah, Red), mungkin di sini tidak seberapa. Tapi, kemajuan di kegiatan pemuda dan ibu-ibu sangat pesat sekali,’’ katanya. Hal tersebut terbukti dari kaderisasi di setiap organisasi yang selalu berjalan dengan baik sejak Choiron menjabat kepala desa. “Anak SD (sekolah dasar, Red) saja sudah mau ikut kegiatan desa kalau di sini,” katanya.
Kondisi tersebut menjadi perhatian utama laki-laki 46 tahun itu. Sebagai putra asli Desa Siwalanpanji yang menghabiskan masa mudanya di organisasi kartar, Choiron tidak mau proses regenerasi berjalan lambat. “Dulu banyak remaja yang ikut kartar. Setelah lulus SMA, terus kuliah ke luar kota. Ya ndak ada penerus,” ungkapnya.
Choiron dan istrinya berusaha mengatasi persoalan sistem perekrutan anggota organisasi. “Awalnya ya vakum lama. Lalu, saya fasilitasi di balai desa untuk diskusi pembentukan. Alhamdulillah sekarang anggota sudah banyak dan usianya beragam. Jadi nggak khawatir soal penerusnya nanti,” paparnya.
Pencapaian tersebut tidak dimungkiri para pemuda. “Awalnya ikut banjari saja. Terus lihat kegiatan di masjid kok asyik, jadi pengin ikut,” ucap M. Raihan Ardiyansyah, anggota remas.
Keinginan serupa diungkap Ainul Gufron. Dia terbilang aktif di beberapa organisasi di desanya. “Senang sekali bisa belajar menjadi pemimpin di karang taruna. Kami sering ke sini (rumah Choiron, Red) untuk diskusi sama pak Kades soal kegiatan kami,” tuturnya.
Sementara itu, eksistensi para gadis pun tidak bisa diremehkan. Kegiatan IPPNU jalan terus. Bahkan, mereka sudah bisa membuat kegiatan dengan dana sendiri. “Yang wajib ya istighotsah setiap dua minggu sekali,” jelas Ismatun Nadifa, anggota IPPNU. (s@if)