Dalami Kearifan Lokal, Tokoh Agama Budha Kunjungi Museum NU

0
480
Bagikan Sekarang

Surabaya — Sejumlah tokoh agama Budha dari Budhis Dharma Center (BDC) Surabaya berkunjung ke Museum NU di Gayungsari Timur, Surabaya. Rombongan diterima langsung oleh H A Muhibbin Zuhri, Direktur Museum sekaligus Ketua PCNU Kota Surabaya.

“Kami ingin mempererat jalinan persaudaraan antartokoh agama. Terutama dengan NU, organisasi Islam terbesar yang memiliki faham moderat,” demikian disampaikan Herman, Ketua BDC, Selasa (2/5).

Menurut Herman, selama ini NU begitu kuat komitmennya untuk mengayomi kelompok minoritas dan tidak mempertentangkan perbedaan. “Ini kami rasakan sejak mengikuti paparan pak kiai (Muhibbin Zuhri red.) waktu seminar di Kampus Unair. Dari situ kami ingin belajar lebih banyak kearifan-kearifan dan pemikiran NU. Banyak ide-ide cemerlang yang perlu ditindaklanjuti. Khususnya tentang multikulturalisme dalam bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Syukurlah kami bisa diterima malam ini,” tambah Herman.

Pada kesempatan itu, BDC juga menyampaikan keinginannya mengundang Muhibbin Zuhri untuk mengulas lebih jauh kearifan NU, khususnya soal tasawuf dalam seminar yang akan diselenggarakan tidak lama lagi. “Dalam waktu dekat kami ingin mengundang beliau untuk membedah lebih dalam tentang kearifan NU,” jelasnya.

Muhibbin Zuhri menyampaikan terima kasih atas kunjungan BDC. Dosen pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini juga menyampaikan pentingnya membangun kesepahaman dan kebersamaan untuk mewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera. “Sisi wisdom dalam masing-masing agama harus dikedepankan, agar tercipta toleransi yang produktif,” katanya.

Kepada umat Budha, Muhibbin mengajak bersama-sama menjaga negeri ini dari berbagai ancaman, baik dari luar dan dalam umat beragama sendiri. “Kita jangan mau dipecah belah. Juga, mari kita jaga umat masing-masing dari pengaruh kelompok radikal dan ekstrem yang bisa saja muncul dari dalam umat kita sendiri,” tambahnya.

Mengenai kebhinnekaan, Muhibbin menegaskan, “Perbedaan ada koridornya, termasuk dalam agama, budaya dan pemikiran. Harus saling menghargai selama masih berada dalam koridor itu. Tapi pengkhianatan terhadap konsensus nasional, itu sudah berada di luar koridor tersebut. Kita tidak boleh permisif. Harus kita lawan bersama-sama,” pesannya untuk mengajak menyatukan langkah menghadapi kelompok yang ingin merusak, baik yang berbasis agama, sekular (termasuk kelompok neo-liberal dan kapitalis), maupun komunis. (Dt/s@if)

Leave a reply