Gus Ghofur: Islam Nusantara ya Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

SURABAYA – KH. Abdul Ghofur, Ketua STAI Al-Anwar Sarang menegaskan, soal fenomena perkembangan Islam Nusantara dan Islam berkemajuan. Diungkapkan dalam buku karya Prof Nur Syam, merupakan jawaban atas kebanyakan orang mengkritik Islam dan ideologinya. Termasuk kritik terhadap salah satu ormas terlarang yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang ingin mendirikan khilafah sesuai paham ideologi dan keinginannya.
“Menurutnya Islam Nusantara yang ia pahami adalah Annusus Nusus Ala Tanzilul Wahton. Jadi annusus ada al-quran hadis, lalu nusus yang membahas Islam Nusantara. Lalu ada pula yang namanya tasydid prespektif Nusantara, yaitu Islam yang ramah, damai, sesuai Islam di Indonesia. Demikian itulah Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin,” ungkapnya.
Gus Ghofur, panggilan akrabnya, menyampaikan hal itu dalam bedah buku karya Prof Nur Syam yang terselenggara di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Rabu lalu.
Lebih lanjut, Gus Ghofur ini mengatakan, ada yang kurang dari Islam nusantara sendiri. Terutama dalam hal pendidikan, kesehatan dan pengelolaan ekonomi. Seperti halnya pesan yang disampaikan oleh kiai-kiai NU dulu, harus belajar kepada ormas lain.
“Alhamdulillah pengelolaan pendidikan sekarang ini cukup baik. Banyak kampus-kampus di lingkungan Nahdlatul Ulama yang dulunya kurang ada minat masyarakat, sekarang mulai berkembang dan maju. Karena NU belajar dari Muhammadiyah,” jelasnya.
Ia juga mengira NU belum berhasil dalam pengelolaan ekonomi. Hal itu diungkapkan, ketika ia melihat PBNU yang tidak berhasil dalam menumbuhkan ekonomi warga Nahdliyin. Namun dengan majunya muslimat, ekonomi NU di jatim mulai berkembang. “Alhamdulillah cabang-cabang sekarang sudah maju, karena dipelopori oleh muslimat,” tambahnya.
Tidak hanya itu, banyak Rumah Sakit NU, yang sudah mulai diperbaiki karena belajar dari Islam berkemajuan. “Saya kira kita harus saling mengisi. NU harus belajar dengan Muhammadiyah sebaliknya Muhammadiyah harus belajar dari NU. Dan ini perkembangan di nusantara. Karena Muhammadiyah kalau belajar kitab kuning itu ya belajar di pondok NU,” ungkapnya. (Lin)