Memaknai Tindak Pluralisme Gus Dur

0
859
Bagikan Sekarang

oleh: Yusuf Suharto
Dosen Aswaja IKHAC dan Ma’had Aly Denanyar Jombang

FIKRAH NAHDLIYAH — Dalam perjalanan dari Beji Pasuruan menuju Pacet Mojokerto, kami berbincang dan ngangsu kaweruh kepada salah seorang tokoh penggerak Nahdlatul Ulama.

Beliau menjelaskan posisi tindak pluralisme Gus Dur, karena seolah-olah ada masyarakat yang hanya menyoroti sisi pluralisme itu dan tak terlalu jauh menelisik di balik tindakan Gus dur itu.

Sang tokoh ini, bersama dua temannya memang sengaja bertanya kepada Gus Dur tentang arti dari tindakan pluralisme Gus Dur itu.

Gus Dur ketika itu menjawab bahwa titik tekannya bukan pada pluralisme, tapi pada pengamalan ajaran agama, dan pluralisme (mengakui keberagaman agama tanpa melepaskan agama), itu salah satunya saja.

Dari pernyataan Gus itu difahami bahwa beliau tidak sedang mengadu-aduk kebenaran agama. Beliau hanya mengakui keragaman agama tanpa melepaskan kebenaran agama, dan bahwa pengakuan ini adalah bagian dari pengamalan ajaran agama. Ada yang menyebut, tindakan beliau ini adalah pluralisme sosial.

Seorang sahabat kami, kemudian menulis begini.

Dalam memaknai istilah pluralisme agama, sejauh ini terdapat dua pengertian. Pertama, pluralisme dalam dalam arti non asimilasi, yakni paham yang menekankan adanya sikap penerimaan, pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan identitas agama tanpa meyakini kebenaran akidah lain, demi menciptakan kerukunan antar umat beragama.

Kedua, pluralisme dalam arti asimilasi, yaitu suatu pandangan bahwa agama seseorang bukanlah satu-satunya sumber yang eksklusif bagi kebenaran, sehingga dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan nilai-nilai kebenaran. Dari pengertian kedua inilah kemudian muncul ungkapan-ungkapan, “semua agama adalah sama”, “kebenaran yang bersifat relatif” dan ”tidak boleh mengklaim agamanya yang benar dan yang lain salah.”

Dan dalam pengertian yang pertama itulah yang sedang dilaksanakan dan diyakini oleh Gus Dur.

Wallahu A’lam.

Leave a reply