Pesantren Raudlatun Nasyi’in Ash-Shidiqiyah Rembang, Pesantren Bergaya Pecinan

0
2319
Bagikan Sekarang

pesantren

Pondok Pesantren Raudlatun Nasyiin Ash-Shidiqiyyah yang terletak di Desa Dadapan, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ini memiliki berbagai keunikan. Baik dari segi bangunan maupun kondisi psikologi para santrinya.

Berbeda dengan pondok pesantren pada umunya, pondok pesantren yang lebih terkenal dengan sebutan Ponpes RN ASA ini memiliki bangunan dengan gaya arsitektur pecinan. Ketika memasuki pintu gerbang menuju pesantren, orang akan dihadapkan pada pintu masuk berukuran kecil yang hanya cukup dilewati satu orang. Bukan hanya itu saja, pintu masuk tersebut juga dibuat dengan batu berukir layaknya bangunan kuno.

Setelah sampai di dalam kawasan pondok pesantren, orang akan melihat beberapa tulisan petuah yang dipasang di beberapa dinding pondok. Beberapa tulisan antara lain, ‘Kawasan wajib berbahasa krama’ dan ‘Melanggar aturan pondok pesantren dihukum hafalan surah al-Waqi’ah 7 kali’.

Keunikan pondok pesantren yang diasuh oleh Ahmad Abadi (37) ini semakin menarik perhatian setelah melihat keadaan bangunan didalamnya. Gaya arsitektur pecinan seperti klenteng lebih menonjol dibandingkan dengan gaya bangunan pondok pesantren kebanyakan. Cat berwarna merah kombinasi warna emas menghias setiap dinding pondok. Di lantai bagian atas juga terdapat beberapa lampu lampion yang dijajar di bagian depan pondok.

Ide pembangunan corak bangunan pecinan

Berawal dari belum adanya bangunan untuk para santri, dan hanya tinggal di rumah bambu. Pada saat itu para santri sering diajak jalan-jalan keluar, diantaranya ke klenteng dan tempat-tempat antik lainnya.

Ahmad Abadi mengatakan, dari situlah yang paling menginspirasi anak-anak adalah bangunan klenteng. Dan anak-anak juga lebih suka dengan warna cerah. “Bangunan ini tidak ada filosofi apa-apa, hanya mengikuti keinginan anak-anak saja,” jelasnya.

Pembangunan ini juga membutuhkan banyak dana, dari informasi yang NU Online himpun bahwa sumber dana tersebut berawal dari usaha para santri dalam berwirausaha. Dengan awal bermodal ternak kambing dan pertanian akhirnya dapat membangun pesantren ini juga dapat bantuan swadaya dari beberapa dermawan.

Beberapa dermawan yang turut membantu pembangunan ini diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Rembang. “Ada juga persatuan istri-istri dokter Kabupaten Rembang yang turut membantu dana pembangunan,” tambahnya.

Berbagai latar belakang santri RN ASA

Para santri Pondok Pesantren RN ASA ini dari berbagai daerah dan latar belakang. Seperti anak-anak terlantar. Sampai saat ini tercatat sejumlah 19 anak yang belum diketahui identitasnya. Mereka tidak mempunyai akta kelahiran, bahkan nama orang tuanya saja tidak tahu.

Ahmad Abadi mengatakan, proyek tahun ini adalah untuk mendapatkan hak sipil anak-anak tersebut. Bagaimanapun itu merupakan hak yang paling dasar untuk dapat diakui sebagai identitas mereka.

Selain anak-anak yang tidak mengetahui latar belakangnya, di pondok ini juga menampung anak-anak berkebutuhan khusus, seperti anak-anak autis dan hiperaktif. Proses pendidikan yang diajarkanpun disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. “Kita menerapkan metode terapi dalam penyembuhan, itupun secara otodidak,” terangnya.

Berawal dari pengalaman dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, para pengurus dan pengasuh pondok berhasil menyembuhkan mereka. Diantaranya beberapa anak yang memiliki kelainan autis akhirnya dapat disembuhkan dan saat ini dapat mengikuti pendidikan formal. Ia menambahkan, beberapa anak yang telah sembuh sekarang dapat mengikuti pendidikan formal, dapat menulis, membaca dan berinteraksi dengan teman sebayanya.

Kebanyakan para santri yang tinggal di pondok pesantren ini berasal dari luar daerah. Mulai dari Sorong Papua, Timika Papua, Jambi, Lampung, dan beberapa daerah dari Kalimantan Tengah. “Untuk daerah Rembang sendiri hanya sebanyak 30 persen,” jelasnya.

Untuk pembiayaan sendiri, pengelola pondok menerapkan sistem subsidi silang kepada para orang tua santri. Dari keluarga yang mampu, dapat mengangkat keluarga yang kurang mampu. Ada juga satu keluarga yang membiayai 10 anak tidak mampu.

Beberapa pendidikan yang diajarkan dalam pondok pesantren ini diantaranya, mengaji al-Qur’an, kitab, serta hafalan al-Qur’an. “Kita hanya mengikuti bagaimana kemauan anak. Kalau ingin menghafal al-Quran kita juga memfasilitasinya,” tutup Ahamd Abadi. (Aan Ainun Najib/Fathoni)

Leave a reply