KH A Hasyim Muzadi dan Kiai Maftuh Said dalam Kenangan Santri

0
755
Bagikan Sekarang

Oleh: Idris Hisbullah Huzen

Alhamdulillah saya memiliki koleksi terbaik sepanjang hidup. Itu adalah foto yang akan paling berkesan dan terus dikenang. Nilai monementalnya kian bermakna karena saya dapat bergabung dalam satu bingkai foto bersama dua tokoh yang demikian berarti dalam perjalanan hidup. Beliau adalah KH Maftuh Said dan KH A Hasyim Muzadi.

Saya berkesempatan mengantarkan KH Maftuh Said ke kediaman KH A Hasim Muzadi, dan berikutnya menemani keduanya menuju tempat diselenggarakannya acara Silatnas “Penguatan dan Pengembangan Pesantren Tahfidzul Qur’an” di Pesantren Al-Hikam Depok Jakarta.

Bagi saya, KH A Hasyim Mizadi dan KH Maftuh Said adalah guru al-Quran yang sangat luar biasa. Beliau berdua adalah sahabat karib yang saling mengasihi dan mencintai satu sama lain. Keduanya adalah sosok ulama yang meneduhkan dan mampu membuat hati tentram. Kepada kedua ulama al-Quran ini pulalah, saya belajar dan menimba ilmu.

Bersama KH M Maftuh Said di pesantren Al-Munawwariyyah Malang saya menghabiskan waktu belajar al-Quran selama 13 Tahun, dan 4 tahun belajar kepada KH. A. Hasyim Muzadi di Pesantren Al-Hikam Depok.

Suatu ketika waktu itu, saya berpamitan kepada Kiai Maftuh untuk melanjutkan studi di Pesantren Al-Hikam Depok di tempat Abah Hasyim Muzadi. Mengetahui tempat di mana saya akan belajar, Kiai Maftuh kemudian berpesan:

“Nek wes tekan Al-Hikam, kiai titip salam kanggo Kiai Hasyim. Matur nek, kiai titip anake kiai, trus awakmu openono al-Quranmu, jogoen jenenge kiai, soale kiai iku cidek karo Kiai Hasyim.”

“Injeh kiai,” jawab saya kala itu.

Akhirnya, dengan ridha dan doa dari Kiai Maftuh. Tanpa berpikir panjang, saya pun berangkat untuk ikut tes. Dan alhamdulillah berkat pertolongan Allah, diterima di pesantren Al-Hikam Depok asuhan Kiai Hasyim Muzadi.

Seperti kebiasaan di seluruh pesantren, Abah Hasyim memanggil para santri santrinya yang baru untuk mengenal dan semakin mendekatkan batin antara guru dan murid. Akhirnya kami satu persatu ditanya nama, asal daerah, asal pesantren dan nama kiainya.
Akhirnya tibalah giliran saya. Dan saat itu juga saya mengenalkan diri.

“Saya Idris Hisbullah Huzen kiai, dari Probolinggo. Sebelumnya mondok di Pesantren Al-Munawwariyyah Malang, asuhan Kiai Maftuh Sa’id.
“Oh, teko malang,” jawab Abah Hasyim.

“Inggih kiai, saya juga mau menyampaikan titipan salam dari Kiai Maftuh untuk Kiai Hasyim, Assalamualaikum.”
“Waalaikum Salam,” balas Abah Hasyim.

Setelah itu, beliau tertunduk sejenak, dan kemudian menyampaikan kepada seluruh santri angkatan 3 waktu itu.

“Kiai Maftuh itu ulama besar. Beliau adalah ulama yang istiqamah mengajarkan al-Quran.”

“Sampaikan salam saya untuk beliau,” pesan Abah Hasyim, sambil menoleh ke arah saya.

Beliaupun melanjutkan, “Kiai Maftuh dan saya ini sudah lama berteman. Kalau diibaratkan, Kiai Maftuh itu yang menanam padi, mulai dari bibit, kemudian menjaganya sampai besar dan panen. Sedangkan kiai ini cuma bagian menggiling padi hasil tanaman beliau. Dan beliau sudah berhasil mencetak banyak sekali para hafidz di seluruh tanah air.”

Sungguh, sebuah sikap penghormatan yang luar biasa dari keduanya.

Kini, keduanya sudah pulang ke rahmatullah. Di tahun 2017 inilah, saya kehilangan dua sosok panutan yang menjadi penyemangat untuk belajar dan mengabdi. Keduanya adalah ulama besar. Sosok yang senantiasa memikirkan umat Muhammad SAW dan selalu mendahulukan kepentingan mereka dari kepentingan pribadinya.

Dua hal sama yang dapat saya temukan adalah, keduanya mengajarkan dan mencontohkan kepada saya keikhlasan dan kesederhanaan. Karenanya, menjadi sebuah kemuliaan dan kebanggaan tersendiri ketika dapat belajar dan menimba ilmu kepada beliau berdua.

Selamat jalan Abah Hasyim Muzadi dan Kiai Maftuh Sa’id. Ya Allah, Sungguh sangat indah, ketika membayangkan, kini keduanya dapat bertemu kembali di surga-Mu.

Leave a reply