
Oleh: Dafid Fuadi (Direktur PC Aswaja NU Center Kabupaten Kediri)
Shalawat Badar adalah bait-bait syair yang berisi shalawat dan tawassul kepada Rasulullah SAW dan sahabat ahli Badar (para sahabat yang ikut Perang Badar), dilantunkan dengan lagu yang khas. Shalawat ini disusun oleh KH Ali Mansur Banyuwangi (cucu KH Muhammad Shiddiq Jember) tahun 1960 an. KH. Ali Mansur saat itu menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, sekaligus menjadi Ketua PCNU di kabupaten setempat.
Proses tersusunnya Shalawat Badar ini penuh nilai-nilaispiritual yang hanya diberikan kepada para waliyullah. Pada suatu malam, KH Ali Mansur tidak bisa tidur. Hatinya merasa gelisah karena memikirkan situasi politik yang semakin tidak menentu dan sangat merugikan NU. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi kekuasaan dan berani membunuh para kiai di beberpa tempat. Karena para kiai NU dianggap sebagai musuh PKI.
Sambil merenung, KH Ali Mansur terus memainkan penanya di atas kertas, menulis syair-syair dalam bahasa Arab. Yang bersangkutan memang sudah dikenal mahir menyusun syair berbahasa Arab sejak masih belajar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Kegelisahan KH Ali Mansur berbaur dengan rasa heran, karena malam sebelumnya bermimpi didatangi orang berjubah putih-hijau. Semakin mengherankan lagi, karena pada saat yang sama, sang istri bermimpi bertemu Rasulullah SAW.
Keesokan harinya mimpi itu ditanyakan kepada Habib Hadi Al-Haddar Banyuwangi. Habib Hadi menjawab: “Itu ahli Badar, ya akhi.” Kedua mimpi aneh yang terjadi secara bersamaan itulah yang mendorongnya menulis syair, yang kemudian dikenal dengan Shalawat Badar itu.
Keheranan muncul lagi karena keesokan harinya banyak tetangga yang datang ke rumah sambil membawa beras, daging, dan sebagainya, layaknya akan mendatangi orang yang akan punya hajat mantu.
Mereka bercerita, bahwa pagi-pagi buta, pintu rumah didatangi orang berjubah putih yang memberitahukan bahwa di rumah KH Ali Mansur akan ada kegiatan besar. Mereka diminta membantu. Maka mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya.
“Siapa orang yang berjubah putih itu?” Pertanyaan itu terus mengiang dalam benak KH Ali Mansur tanpa jawaban. Malam itu banyak orang bekerja di dapur untuk menyambut kedatangan tamu, yang mereka sendiri tidak tahu siapa, dari mana dan untuk apa? Menjelang matahari terbit, serombongan habaib dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi dari Kwitang Jakarta, datang ke rumah KH Ali Mansur.
“Alhamdulillah………,” ucap KH Ali Mansur ketika melihat rombongan yang datang adalah para habaib yang sangat dihormati.
Setelah berbincang basa-basi, membahas perkembangan PKI dan kondisi politik nasional yang semakin tidak menentu, Habib Ali Al Habsyi menanyakan topik lain yang tidak diduga sebelumnya. “Ya Akhi! Mana syair yang ente buat kemarin? Tolong ente bacakan dan lagukan di hadapan kami-kami ini!”
Tentu saja KH Ali Mansur terkejut, sebab Habib Ali ternyata sudah mengetahui apa yang dikerjakannya semalam. Namun beliau memaklumi, itulah karomah yang diberikan Allah kepada Habib Ali.
Segera saja KH. Ali Mansur yang dikenal mempunyai suara merdu mengambil kertas yang berisi Shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya di hadapan rombongan. Para habib mendengarkan lantunan Shalawat Badar dengan khusyuk. Tidak sedikit dari mereka yang meneteskan air mata karena haru.
Selesai mendengarkan lantunan Shalawat Badar, Habib Ali Al Habsyi segera bangkit seraya berkata “Ya akhi….! Mari kita perangi genjer-genjer PKI itu dengan Shalawat Badar …!”.
Setelah Habib Ali Al Habsyi memimpin doa, lalu beliau dan rombongan mohon diri. Sejak itu Shalawat Badar dikenal sebagai shalawat yang mendampingi perjuangan warga NU dalam menghadapi arogansi PKI.
Selang beberapa hari, Habib Ali Al Habsyi mengundang KH Ali Mansur dan KH Ahmad Qusyairi Pasuruan (paman KH. Ali Mansur) serta habaib dan ulama datang ke Kwitang, Jakarta. Di forum istimewa itulah Shalawat Badar untuk pertama kalinya dikumandangkan di depan umum.
Selanjutnya Shalawat Badar selalu dilantunkan di berbagai kegiatan NU, di masjid, mushalla, pesantren, majelis pengajian dan sebagainya dan dikenal masyarakat luas. Keberkahan Shalawat Badar ini sudah banyak terbukti sebagai wasilah dalam mengatasi berbagai problem umat.