SURABAYA — Gagasan penambahan jam sekolah seperti dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bukan solusi yang cerdas untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Lagi pula, jika anak-anak merasakan sekolah masih sebagai ‘penjara’ bagi mereka. Maka penambahan jam itu akan menambah pula penderitaan mereka.
Hal itu diungkapkan Achmad Muhibbin Zuhri, dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Ia merespon rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang hendak menambahkan jam sekolah bagi sekolah-sekolah di bawah naungannya. Mendikbud pun mengusulkan untuk melakukan proyek percontohan bagi program full day school itu.
Ketidaksetujuan Muhibbin, secara umum pun disampaikan pelbagai kalangan pendidikan di sejumlah daerah. Bahkan, menurut Muhibbin, “mestinya kurangi saja jam sekolah. Biar kesempatan belajar anak di luar, di masyarakatnya, bersosialisasi dan berdialektika dengan berbagai realitas kehidupan semakin banyak. Karena sesungguhnya mereka tak hanya membutuhkan sekolah. Mereka juga butuh laboratorium kehidupan.”
Kenyataanya, kata Muhibbin yang juga Ketua PCNU Kota Surabaya, sekolah memonopoli kesempatan dan hak mereka untuk menikmati waktu-waktu di luar sekolah. Anak-anak “terpaksa” harus les dan datang ke lembaga bimbingan belajar. Seabreg PR juga sudah merampas hak mereka menikmati waktunya di luar sekolah.
“Sudahlah, kurangi saja jam sekolah. Ajarkan yang penting-penting dan kunci-kuncinya saja. Jangan sia-siakan jam sekolah dengan mengajarkan pengetahuan ‘sampah’. Didik anak-anak kita dengan menanamkan karakter mulia,” kata Muhibbin Zuhri.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan kementeriannya akan membatalkan rencana perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah jika masyarakat keberatan. Perpanjangan jam sekolah yang ramai disebut sebagai full day school itu bertujuan memperpendek waktu di luar sekolah. Dengan waktu panjang di sekolah, siswa mendapat tambahan jam untuk belajar pendidikan karakter budi pekerti dari para guru.
“Jika memang belum dapat dilaksanakan, saya akan menarik rencana itu dan mencari pendekatan lain,” kata Muhadjir dalam konferensi pers di restoran Batik Kuring, Jakarta, 9 Agustus 2016. “Masyarakat harus mengkritik gagasan ini, jangan sampai keputusan sudah saya buat kemudian merasa tidak cocok.” (red)