Prof Noor Harisudin: Fikih Al-Aqalliyat Solusi Minoritas Muslim Dunia
JEMBER — Media Center-Dari masa ke masa rumpun ilmu semakin berkembang, tidak hanya dalam lingkup sains dan ilmu sosial saja, tetapi juga studi Islam turut mengalami perkembangan dengan semakin banyaknya kajia-kajian tentang Islam.
Kali ini, giliran Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Munirul Islam (RUMI) Aceh Barat mengadakan Konferensi Internasional yang bertajuk “International Conference on Islamic Studies and Social Sciences (ICISSS)” pada Selasa, 10 November 2020.
Acara yang dilaksanakan secara virtual melalui aplikasi zoom meeting ini turut menghadirkan 7 Professor hebat dari Indonesia dan Malaysia. Adapun yang dari Indonesia diantaranya yaitu Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I, Prof. Dr. Abu Yazid, Prof. Dr. Syahrizal Abbas, Prof. Dr. Eka Srimulyani. Sedangkan dari Malaysia terdiri dari Prof. Dr. Kamarul Shukri, Prof. Dr. Faridah Ibrahim dan Prof. Dr. Norizan Abdul Ghani.
Konferensi internasional tersebut akhirnya sukses digelar dengan diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari kalangan akademisi, ahli hukum, politisi, pemuda, ulama hingga pemimpin organisasi Islam di berbagai Negara.
Prof. Kiai Harisudin yang juga Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember berkesempatan untuk menyampaikan materi terkait “Fiqh Al-Aqalliat and Problems of Moslem Minorities in The World”. Dengan persiapan yang matang, ia menjelaskan materinya dengan menggunakan bilingual (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) mengingat kegiatan tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat dalam negeri saja, melainkan juga luar negeri.
Di awal pembahasannya, Prof. Haris menceritakan terkait pengalamannya ketika berkunjung ke Taiwan. Menurutnya, di Taiwan ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh warga muslim, salah satunya ketika akan menjalani ibadah sholat Jumat.
“Masyarakat muslim di Taiwan menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan ibadah seperti sholat Jumat, misalnya sebagaimana dialami oleh seorang muslim yang bekerja di peternakan babi , dikarenakan masih dalam keadaan jam kerja ditambah dengan jarak tempuh masjid yang bisa memakan waktu hingga 7 jam, menjadikan dirinya tidak bisa untuk melakukan sholat Jumat,” ungkap Prof. Haris yang juga Pengasuh PP. Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember. Keadaan seperti itu menurut Prof. Haris menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam yang hidup di wilayah muslim minoritas.
Menurutnya, jumlah populasi muslim di dunia hanya mencapai 23% yang mayoritas berada di Asia dan Afrika. Kemudian 77% lagi dikuasai oleh non-muslim yang umumnya berada di USA, Australia dan Eropa. Berdasarkan data yang didapat, 5 Negara yang mayoritas muslim antara lain Indonesia (87.2%), Pakistan (96.4%), Banglades (90.4%), Mesir (94.7%) dan Turki (98.6%). Dan 5 Negara yang memiliki muslim minoritas yaitu China (4%), Belanda (5%), Amerika (0.9%), Australia (2.6%) dan Jerman (5%).
“Wilayah-wilayah muslim minoritas diberbagai belahan dunia turut menghadapi berbagai persoalan,” kata Prof. Harisudin, diansir fsyariah.iain-jember.ac.id, .
Menurutnya, masalah tersebut diantaranya; Islamophobia (orang-orang yang merasa takut terhadap agama Islam), tidak terintegrasinya dengan komunitas-komunitas lokal, stereotype media (yang menyebutkan Islam teroris, Islam yang keras dan lain-lain), fasilitas yang terbatas seperti masjid dan tempat wudu, susah mendapatkan makanan halal dan negara yang hanya memberikan perlindungan bukan fasilitas.
“Bin Bayah menyebutkan Hukum Fiqh adalah solusi yang tepat bagi muslim yang berada di luar negara Islam. Sementara saya menyebutkan Fiqh Al-Aqalliat adalah fiqh yang menjadi tawaran terbaik karena khusus untuk kaum muslim minoritas dengan berdasarkan kepada hajah dan perspektif dlarurat karena keterbatasan-keterbatasan tertentu,” jelas Prof. Haris yang juga Direktur World Moslem Studies Center (Womester) Bekasi.
Prof. Haris menegaskan, terdapat beberapa teori dalam Fiqh Al-Aqalliat antara lain yaitu hajat dan perspektif dlarurat, rukhsah (dispensasi), perspektif maqashid syariah dan perspektif urf shahih (kebiasaan baik).
Di akhir penjelasannya, Prof. Kiai Harisudin menawarkan solusi yang tepat dari permasalahan yang dialami oleh muslim minoritas di Taiwan. Ia menjelaskan bahwa Rukhsah merupakan solusi yang tepat dimana muslim yang merasakan kesulitan dalam melaksanakan sholat Jumat. “Dalam keadaan tersebut, ia (muslim taiwan) bisa mendapatkan Rukhsah (dispensasi),” jelasnya Prof. Dr. Kiai Harisudin yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia.
Tidak hanya itu, Prof. Kiai Harisudin menutup presentasinya dengan menyarankan agar muslim yang hidup di wilayah muslim minoritas seperti di Taiwan, untuk selalu berdoa agar diberi pekerjaan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Red)