Jakarta – Dalam pandangan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, gerakan radikal di Indonesia tidak selamanya berkaitan soal agama. Faktor ekonomi dan pergaulan bagi KH Said Aqil Siroj sebagai faktor yang sangat dominan sehingga melakukan aksi redikalisme.
“Kalau di dalam negeri jelas bukan agama sama sekali. (Tapi) pengangguran, kebodohan, daripada nganggur enggak ada kerjaan ya ngebom lah,” kata Kiai Said di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (27 April 2016).
Mereka lebih banyak karena salah bergaul sehingga terjerumus pada gerakan radikalisme. Kiai Said pun sempat menyindir cara salah satu terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dalam mengajarkan gerakan radikal kepada para pengikutnya.
“Sebetulnya Abu Bakar Baasyir doktrin anak anaknya supaya bom bunuh diri untuk berjuang. Kata anak-anaknya ya bapak dulu dong bom bunuh diri, marah dia. Ustad dulu dong bom bunuh diri marah dia, itu contohnya,” ungkap Kyai Said.
Ada perbedaan antara gerakan teror di Indonesia dengan di Timur Tengah. Kalau di kawasan teluk terjadi radikalisme karena kecewa dengan pemerintahannya.
“Radikalisme ada sedikit karena melihat pemerintahnya korup, minum-minum melanggar Islam, melihat Israel yang kejam dengan Palestina,” lanjut dia.
Cara radikalisme kelompok di Indonesia rupanya sudah dilirik oleh negara lain. Sebut saja, masuknya suku Uighur ke Poso, Sulawesi Tengah untuk bergabung bersama kelompok Santoso.
“Ada itu dari China Uighur. Intelijen yang harus tangani. Saya dengar, ada teroris dari Uighur ya China ke Poso. Bahkan ditangkap sebelum hari Natal dia sebagai pengantin, ada 4 orang apa ya,” pungkas Kyai Said. (Liputan6/saiful)