
Banyuwangi — Perjalanan hidup tidak semudah yang dibayangkan. Keputusan harus segera diambil ketika suasana tak lagi sesuai harapan. Penggalan kisah Abdullah Azwar Anas membenarkan hal tersebut.
Di hadapan ratusan almuni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dari berbagai daerah di Indonesia, Abdullah Azawar Anas berkisah bahwa menjadi bupati adalah pilihan terpaksa. Anas mengaku terpaksa karena pada waktu itu dia tidak mendapat nomor untuk maju sebagai calon anggota DPR.
“Saya menyaampaikan terima kasih berkat doa para kiai saya terpaksa jadi bupati. Saya pengen nyalon DPR di Banyuwangi dapat nomor 10, padahal untuk jadi anggota di nomor dua saja sudah sulit. Kemudian saya dipindah ke Pacitan nomor 7. Akhirnya saya mengambil keputusan terpaksa mencalonkan diri jadi bupati,” katanya.
Beragam tantangan pun harus dihadapinya ketika menjabat sebagai bupati. Anas mengaku sebagai kabupaten terluas di Jawa Timur, Banyuwangi memiliki keanekaragaman suku, adat dan budaya.
“Saya kira Banyuwangi miniatur yang tidak bisa didapat. Awal menjabat saya didemo 40 hari, berdinamika memang tidak mudah. Imej Banyuwangi kasar dan klenik. Beruntung saya punya pengalaman ketika berproses selama di IPNU dengan berbagai pendekatan hal ini bisa diatasi,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Anas juga mengingatkan bahwa menjadi politisi harus rela “digorok” dan tidak pernah protes terhadap keputusan politik. “kalau masih ada yang selalu protes terhadap keputusan politik, berarti yang bersangkutan belum khatam,” katanya sembari tertawa.
Kegiatan reuni sekaligus halal bihalal alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dari seluruh Nusantara tersebut diselenggarakan di Banyuwangi. Ratusan hadirin dengan khidmat mengikuti acara yang dilangsungkan di di Pendopo Sabha Swagata tersebut.(dtk/saiful)