Malam Tirakan Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan, Wujud Perjuangan Santri dan Kiai

0
703
Bagikan Sekarang

SURABAYA — Ketua PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar mengatakan, prinsip dan nilai ajaran yang dianut NU sesuai dengan yang dijalankan KH Hasyim Asyari selaku pendiri NU.

“Seperti mbah Hasyim Asyari, Nasionalisme yang islami, Islam yang nasionalis, dua-duanya harus jalan,” tuturnya.

Kiai Marzuki mengungkapkan hal itu dalam sambutan acara acara “Malam Tirakatan Resolusi Jihad dan Haul Para Syuhada’ dan Pahlawan” dalam rangka merayakan Hari Santri 2019. Dihadiri puluhan ribu umat Islam memadati kawasan Tugu Pahlawan Surabaya, yang bersejarah itu.

Dalam acara tersebut yang digelar PWNU Jawa Timur guna memperingati Hari Santri menghadirkan pembicara KH Ahmad Muwafiq dari Jogjakarta, dihadiri ribuan massa umat Islam, baik dari Surabaya maupun dari daerah lain di Jawa Timur.

Dalam ceramahnya, Gus Muwafiq menjelaskan, seruan Jihad 22 Oktober 1945 dilakukan oleh PBNU yang waktu itu kantornya masih ada di Surabaya. Tokoh utama dari seruan ini tak lain adalah KH Hasyim Asy’ari.

“Jadi seruan itu sekupnya masih seputaran Jawa dan Madura yang intinya satu yakni umat Islam pada radius sekitar 90 km punya kewajiban ‘ain untuk melawan penjajah,” tuturnya.

Dengan Resolusi Jihad, disebutkan tidak hanya laki-laki, tetapi semua yang hidup baik laki-laki, perempuan, tua muda dan anak-anak.

“Mengapa seruan jihad itu muncul? Karena tiba-tiba pasukan Belanda membonceng sekutu. Sebenarnya sekutu ke Indonesia bukan untuk urusan menjajah tetapi untuk urusan penyelesaian perang dengan Jepang, karena setelah tanggal 15 Agustus, Jepang sudah mnyerah dan artinya perang dunia telah selesai,” kata Gus Muwafiq.

Gus Muwafiq juga berkisah soal silsilah keilmuan dan silsilah keturunan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri ormas Islam terbesr di dunia, Nahdlatul Ulama (NU).

Ia mengingatkan, tentang kehadiran tentara Sekutu pada tahun 1945 sebelum pecah perang 10 November 1945.

“Cuman pintarnya Belanda, karena wajahnya sama, sama-sama berwajah Eropa ikut datang ke Surabaya. Menurut cerita orang di Surabaya, orang Surabaya tidak bisa membedakan mana sekutu dan mana Belanda, pokoke semua Londo, ono Londo Amerika, Londo Inggris, pokoke semuanya Belanda. Dan ternyata Belanda lebih tahu jalan, karena Belanda lebih lama di Indonesia,” kata Gus Muwafiq. (Red)

Leave a reply