Surabaya – Banyak kalangan yang terkesan memaksakan keyakinan dan kebenaran kepada orang dan pihak lain. Padahal tugas umat beragama hanya menyeru, sedangkan soal yang bersangkutan akan ikut, serahkan saja kepada Tuhan.
Penegasan ini disampaikan Ketua PCNU Kota Surabaya, Achmad Muhibbin Zuhri saat tampil di salah satu seminar di kampus Universitas Airlangga. Baginya, toleransi bukan berarti membenarkan semua, tetapi harus menghargai terhadap kelompok lain. “Toleransi paradoks dengan dakwah, toleransi bukan membenarkan semua, karena kalau gitu gak asik, tetapi harus menghargai. Tugas kita adalah dakwah saja, tugas Tuhan memberi hidayah. Itu sikap dakwah NU, hanya dakwah saja, hidayah urusan Tuhan,” katanya, Selasa (17/1).
Dosen pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut juga memaknai toleransi bukan berarti membenarkan semua, tetapi harus menghargai terhadap kelompok lain dan sekaligus tidak boleh menghilangkan identitas primordial agama.
Muhibbin Zuhri menjelaskan masyarakat saat ini sedang menghadapi dua situasi, yakni pertama ada gerakan yang menegakkan akidah dan bersikap intoleransi serta mengabaikan kebhinnekaan dan kedua ada gerakan yang mengedepankan toleransi dan kebhinnekan, tetapi mengabaikan akidah dan identitas agama.
“Kedua situasi ini menjadi persoalan serius yang sedang kita hadapi, Ini harus mendapatkan perhatian bersama,” ujar dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel tersebut.
Ia juga menjelaskan seharusnya bertoleransi tidak boleh menghilagkan identias primordial agama, misalnya simbol agama tertentu adalah sarung dan kopyah, maka tidak boleh melepas sarung dan kopyah. Sebab, tidak bisa memaksakan identitas agama tertentu menjadi identitas agama lain.
Untuk itu, lanjut dia, sudah saatnya melakukan langkah preventif dan tindakan tegas terhadap radikalisme dan intoleransi. Menurutnya, kedua penyakit akut ini sering menular lewat pendekatan teologis dan sosiologis. Secara teologis misalnya lewat dakwah agama dan penanaman pendidikan. “Misalnya dakwah dan pendidikan harus mengetengahkan wisdom dari agama, bukan klaim kebenaran, secara sosial melalui kegiatan kultural dan kerja sama antarberbagai kelompok etnis,” ujarnya. (s@if)
Sumber: Antara