Jember – Dapat dipastikan, warga Jember memburu janur muda untuk dibuat orong (bungkus) ketupat. Sebab, masyarakat mempunyai tradisi merayakan lebaran ketupat setiap H+7 atau satu minggu setelah Idul Fitri. Akibatnya, harga janur muda melambung tinggi. Bila sebelumnya harga janur dipatok Rp1.000 per 10 lembar, kini harga janur naik menjadi Rp 5.000 per 10 lembar.
Biasanya, janur akan dibuat orong (bungkus) ketupat. Selain itu, juga dibuat bungkus kue leppet (bahan dasarnya terbuat dari ketan). Meskipun harga janur melonjak, warga tidak merasa keberatan.
“Kenaikan harga janur tidak bisa dihindari karena masyarakat yang butuh pada janur banyak. Janur sendiri dibuat bungkus ketupat,” terang Sunarti seorang warga Desa Gebang, Ahad (1/7) sebagaimana dimuat portal SuaraJatimPost.
Menurut Sunarti, jika lebaran ketupat tidak membuat bungkus ketupat dari janur, serasa ada yang kurang saat lebaran. Kemudian, tidak ada bedanya dengan hari biasa kalau bungkus ketupat terbuat dari plastik dan daun.
“Mekipun harga janur naik, saya tetap membeli. Saya menilai kenaikannya masih tergolong wajar dan masyarakat sepertinya mampu membeli janur seharga itu,” ucapnya.
Untuk tradisi Lebaran Ketupat sendiri biasanya setelah masak malamnya dibawa beramai-ramai di mushalla atau masjid dan digelar syukuran.
Irwan Rakhday salah satu pegiat sejarah Situbondo menyebut, bahwa tradisi kupatan sudah ada sejak islam masuk ke tanah jawa.
“Kalau di beberapa tempat mayoritas menggunakan janur sehingga warga menyebut tradisi ‘kupatan'( red. Bahasa Jawa), sebagian menggunakan daun pisang dengan sebutan lontong,” jelasnya.
Sampai saat ini, lanjut dia, tradisi seperti ini masih tetap lestari dan tetap dipertahankan.
“Bukan hanya di Jember bahkan merata di seluruh negeri khususnya bagi umat muslim yang sudah merayakan lebaran,” tutupnnya. (s@if)