Surabaya – Kantor PCNU Kota Surabaya menerima tamu kehormatan, Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini. Selama berada di kantor tersebut, Helmy menyimak penjelasan dari Ketua PCNU Surabaya, H A Muhibbin Zuhri.
Seperti diketahui, kantor PCNU Kota Surabaya menjadi saksi bisu perjalanan jam’iyah ini pada periode awal. “NU berdiri bukan di gedung ini, melainkan di rumah KH Ridwan Abdullah di Bubutan gang VI No 20,” kata Cak Mubibbin, sapaan akrabnya, Senin (29/8/2016), Banyak orang yang salah mengira. Dan gedung yang terletak di Jalan Bubutan gang VI no. 2 tersebut digunakan para kiai rapat untuk mencetuskan Resolusi Jihad, lanjut dosen pascasarjana UIN Sunan Ampel ini.
Secara seksama, Helmy memperhatikan satu demi satu ruangan yang ada di kantor pertama PBNU ini. Mulai dari ruangan H Hasan Gipo yang sekarang menjadi ruangan Ketua PCNU Surabaya. Ruangan syuriah, sekretariatan, hingga ruangan badan otonom PCNU Surabaya. “Bangunan yang asli hanya hanya sampai sini (ruangan Ketua PCNU Surabaya), sedangkan ruangan banom itu tambahan dan sudah lain gang,” jelas Cak Muhibbin.
Puas melihat di dalam, mantan Menteri PDT ini, melihat momentum Resolusi Jihad di samping pintu masuk yang ditandatangi Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj tahun 2011 lalu.
Usai menjelajahi isi gedung, Sekjen PBNU menyarakan supaya kondisi gedung tetap dipertahankan. Kalaupun akan dilakukan renovasi, hendaknya tidak menghilangkan unsur keaslian apalagi termasuk cagar budaya (heritage). “Gedung ini harus sedikit direnovasi dengan memasukkan unsur entertainnya, agar feel-nya terasa saat ada yang mengunjungi gedung ini,” terangnya.
Bahkan Helmy menyerukan warga NU berkesempatan mengunjungi kantor NU Surabaya saat berkunjung ke ibukota Jawa Timur ini. “Saya kira gedung ini wajib dikunjungi oleh warga NU agar mengetahui sejarah NU,” ujarnya
Dengan didampingi H A Muhibbin Zuhri dan sejumlah pengurus, Helmy membuat video dokumenter kedua dengan berdiri tepat di ruangan yang pernah digunakan memimpin rapat pertama para mu’asis NU. Selain itu, dia juga mengusulkan agar posisi meja rapat juga disetting sesuai jaman dulu dan tempat duduknya diberi naman sejumlah kiai atau ulama pendiri Nahdlatul Ulama. (Rofii Boenawi/saiful)