Oleh: Dr. Ainur Rofiq Al Amin
TARIKH NU — Saya heran dengan sebagian kecil muslim Indonesia (termasuk khilafers) yang mengukur baiknya negara atau “islami”nya negara hanya dari sepenggal hukum semisal jinayat dengan konsekuensi hukuman qishos dan hudud, atau juga bunga bank atau lainnya. Nilai Islam lain yang universal seperti keadilan, kejujuran, pro rakyat dan lainnya diabaikan. Tapi itulah watak formalis. Anehnya, saat kita jelaskan bahwa masalah bunga bank ada beberapa pendapat, dan selain itu sekarang juga sudah ada bank syariah, maka mereka akan cari celah lain.
Rerata para khilafers saat sudah keok ketika debat medsos, maka dia akan beralih semisal masalah hukum potong tangan atau yang lain. Narasi yang mereka sebar ini kalau tidak kita rebut dengan kita lakukan kontranarasi untuk kita kembalikan ke kandang Islam moderat, maka hal itu bisa menjadi liar dan bisa menjadi dari kriwikan (lobang kecil) berubah menjadi grojokan (lobang besar). Mereka bisa menularkan ke gen Y dan Gen Z bahwa Indonesia tidak bersyariat atau NKRI dianggap tidak Islami perlu diganti dengan khilafah ala mereka.
Saya sudah berulangkali menjelaskan hal ini yang poinnya seperti pernah saya tulis di opini koran nasional, yakni silakan bertarung di palagan konstitusional yang ada di NKRI berupa parlemen untuk mengegolkan cita ideal hukum yang anda pahami.
Anda mau hukum potong rambut, potong kuku, potong tangan, dan potong-potong yang lain silakan anda menjadi anggota parlemen. Bertarunglah di palagan yang konstitusional, jangan malah mau mengganti NKRI baik menjadi NII atau khilafah.
Sangat bagus penjelasan KH. Wahab Chasbullah, pahlawan nasional dari Tambakberas Jombang saat sidang Konstituante:
“…..Pembicaraan kedua sangat menginginkan supaya suatu dalil digunakan, untuk tidak disalahgunakan atau dibalik penggunaannya. Nanti saya terangkan. Terhadap pertanyaan salah seorang anggota di sini. Pertama, bagaimana dengan ketokan-ketokan tangan (potongan-potongan tangan), perbudakan, pemberantasan kemiskinan dan fakir, bagaimana maksudnya dalam Islam? Karena saya berhadapan dengan anggota yang bertanya itu sendiri, sekarang saya terangkan, bahwa hukuman potong tangan atau sesamanya yang selalu dibuat momok oleh penjajahan, dibuat memedi supaya umat Islam takut pada Islam, ini saya jelaskan sedikit, bahwa hukum potong tangan itu tidak lantas potong-potong saja, tetapi lebih dahulu dipertimbangkan, dipotong tidaknya dilihat dari sudut baik-buruknya, sedangkan yang menentukan ‘ baik-buruknya adalah parlemennya. Karena Itu, sekalipun sekarang sudah dimufakati seorang pencuri dicemplungkan dalam sumur dan parlemennya juga memutuskan begitu, jadi dicemplungkan saja. Jadi, potong tangan itu bilamana belum menjadi putusan dengan mempertimbangkan baik-buruknya, tidak akan dilakukan, jadi tidak usah khawatir.”
Al-Fatihah untuk Mbah Wahab,sang ahli fiqih dan usul fiqh yang cemerlang, membumi dan kontekstual. (Red)