Penguatan Ekonomi dan Kisah Kiai Hasyim Muzadi dengan Pencopet Logo Mobil

0
509
Bagikan Sekarang

Surabaya – Gelaran Musyawarah Kerja Wilayah III PWNU Jatim yang berlangsung 24-25/9 memiliki nilai strategis. Kegiatan yang berlangsung di Grand Residen Darmo Harapan Surabaya tersebut menjadikan penguatan ekonomi umat sebagai pokok utama materi yang dibahas.

“Kita memiliki perhatian serius pada isu dan aksi penguatan ekonomi dan inilah program strategis yang mendesak untuk dikuatkan. Kenapa? Karena jujur saja umat kita tidak semata hidup di atas ideologi atau akidah Ahlussunnah waljamaah ala NU,” kata Ketua PWNU Jatim, KH Hasan Mutawakkil Alallah kala memberikan sambutan.

Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, itu lantas berkisah tentang peristiwa hilangnya logo mobil milik mantan Ketua Pengurus Besar NU, almarhum KH Hasyim Muzadi. “Waktu itu hadratus syaikh KH Hazim Muzadi masih Ketua PWNU Jatim,” kata Kiai Mutawakkil.

Suatu ketika, Kiai Hasyim Muzadi hendak ke kantor PWNU Jatim di Jalan Raya Darmo Surabaya (sebelum pindah ke al-Akbar Timur 9) dari Malang. “Lewat Pasar Turi. Sampai di kantor NU, logo mobilnya hilang,” kata Kiai Mutawakkil. Dan sang sopir yakni Hanip pun menyadari kejadian tersebut serta memastikan logo mobil hilang di sekitaran Pasar Turi yang dikenal sebagai kawasan copet.

Sesaat kemudian, sejumlah kenalan yang biasa mangkal di kawasan tersebut dihubungi. Tidak sampai satu jam, datanglah seorang pria ke kantor PWNU Jatim dengan membawa logo mobil sesuai jenis kendaraan yang dimiliki Kiai Hasyim Muzadi. Sang pria demikian menyesal sembari meminta maaf. “Mohon maaf kiai, saya tidak tahu kalau mobilnya jenengan,” kata Kiai Mutawakkil menirukan kalimat maaf pria tersebut.

“Kiai Hasyim bilang, ‘Kalau misalnya bukan milik saya, tetap kamu copet?’ Si pria menjawab, ‘Ya, saya ambil, kiai, tidak saya kembalikan’,” tutur Kiai Mutawakkil. Sang pria mengemukakan bahwa memang dirinya muslim namun copet adalah pekerjaannya.

Dengan kisah nyata itu, kiai Mutawakkil menggambarkan bagaimana besarnya jumlah umat Islam di Indonesia tetapi kecil secara kualitas, termasuk kekuatan di bidang ekonomi. Kualitas rendah itu memengaruhi prilaku ekononi masyarakat yang menyimpang. “Masih banyak yang Islam KTP,” ujarnya.

“Ibarat kereta api, ada gerbong barang, ada gerbong ekonomi dan ada gerbong eksekutif. Gerbong barang ini mayoritas Islam KTP, dikatakan kafir marah, disuruh shalat juga marah. Gerbong ekonomi lumayan, shalatnya jalan, tapi maksiatnya juga jalan. Ke majelis shalawat rajin, tapi ke majelis maksiat juga rajin,” tandas Kiai Mutawakkil. (Nur/s@if)

Leave a reply