Surabaya – PWNU Jatim memberikan tanggapan keras terhadap pernyataan yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada KH Ma’ruf Amin pada persidangan 31 Januari lalu. Kendati Ahok telah meminta maaf, polisi diminta mengusut kejadian tersebut lantaran melukai warga NU.
“Terhadap peristiwa sidang penistaan agama yang menghadirkan saksi dari Ketua MUI, kami warga NU Jawa Timur sangat kecewa dengan adanya pernyataan dan ujaran yang diterima pimpinan kami,” kata Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Anwar Iskandar, seusai pertemuan para kiai NU di kantornya, Jalan Masjid al-Akbar Timur 9 Surabaya, Jumat,(3/2).
Gus War, sapaan akrabnya menjelaskan, pernyataan terdakwa Ahok yang bernada menyerang KH Ma’ruf Amin selaku saksi ahli, jauh dari budaya bangsa Indonesia yang santun. Pernyataan Ahok itu mengandung unsur ujaran kebencian, terutama tentang pesan seolah-olah fatwa MUI soal polemik Surat Al Maidah 51 adalah pesanan politik.
Karenanya PWNU Jatim, juga mempersoalkan kelancangan pihak Ahok soal penyadapan telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan KH Ma’ruf Amin, jika benar itu terjadi. Menurutnya, penyadapan itu melanggar undang-undang dan karenanya harus diusut secara hukum.
Gus War yang juga didampingi Ketua PWNU Jatim, KH M Hasan Mutawakkil Alallah, KH Agus Ali Masyhuri, juga KH Abdurrahman Navis tersebut menjelaskan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat sebagai salah satu konsultan Konferensi Islam Dunia atau OKI. Sangat mungkin SBY menelepon KH Ma’ruf Amin untuk meminta saran apa yang harus disampaikan di pertemuan Konferensi Islam. “Tapi ini dibelokkan seolah terkait dengan pesanan fatwa,” ujarnya.
Atas alasan itu, PWNU Jatim meminta kepolisian mengusut dua polemik pernyataan yang keluar dari Ahok dan tim pengacaranya tersebut. “Dua-duanya kami desak polisi agar mengusut. Masalah ujaran kebenciannya dan penyadapannya. Tidak perlu ada laporan, karena itu bukan delik aduan,” tandas Gus War. (saiful)