NU dan Keseimbangan ala KH Ahmad Basyir AS

0
661
Bagikan Sekarang

Oleh: Kiai A Dardiri Zubairi*

Pagi hari, sekitar jam 05.00 lewat beberapa menit saya memperoleh telpon dari HA. Pandji Taufik, Ketua PCNU Sumenep. Ketika saya angkat, suara tangis Pak Pandji, sapaan akrabnya pecah, “ngatore oneng KH Ahmad Basyir AS ampon adinggal” (mau member kabar, KH Ahmad Basyir wafat). Hanya itu yang disampaikan Pak Pandji sambil disertai isak tangis yang begitu jelas saya dengar. Sangat emosional.

Tahu bahwa Pak Pandji begitu sangat berduka, saya tak bertanya kapan jenazah mau dishalatkan. Tak baik memaksa orang yang sangat berduka hanya untuk tahu informasi yang dengan mudah bisa saya peroleh dari kawan lain.

Sejenak saya pun diam. Saya pun tak kuasa menahan gejolak emosi yang mengaduk-ngaduk hati dan pikiran saya. Tangis saya pun pecah. Sambil mencari informasi kapan beliau dishalatkan, pikiran dan perasaan akan kehilangan makin menguat. Seperti ada ruang kosong yang tersisa. Sepi.

Mungkin semua yang pernah jadi santri beliau, pernah bertatap muka dan mencium “asta” (tangan) beliau, atau sekedar pernah melihat wajah beliau yang teduh dari jauh sekalipun, tentu akan mengalami perasaan kehilangan seperti saya. Apalagi bagi pengurus NU, kehilangan beliau tentu akan terasa lebih besar.

Mengingat beliau, ingatan menuntun saya pada kiprah beliau di NU. Ya, beliau menjadi Rais Syuriah PCNU Sumenep selama 2 periode, meski periode kedua masih tersisa 3 tahun. Sebelumnya, Rais Syuriah PCNU Sumenep dijabat oleh KH. Ishomuddin AS, saudara beliau.
2010 beliau terpilih sebagai Rais Syuriah PCNU Sumenep yang pertama, sementara HA. Pandji Taufik sebagai ketua tanfidziyah. 2015 beliau terpilih lagi secara aklamasi, meski kondisi kesehatan sudah semakin menurun, beliau masih bersedia menerima keinginan peserta konferensi NU yang tetap mengingkan sebagai rais syuriah. Kebetulan kiai yang lain tak ada yang bersedia selama masih asa Kiai Basyir, suatu bukti bahwa kepemimpinannya yang penuh kearifan dan “ngemong” diterima oleh semua kiai. Sami’na wa atha’na.

Saya yang kebetulan menjadi bagian dari pengurus Tanfidziyah PCNU Sumenep sering satu majelis dengan Kiai Basyir, terutama ketika ada rapat gabungan syuriah dan tanfidziyah. Kebetulan rapat gabungan secara rutin diadakan per triwulan, pindah dari rumah pengurus secara bergantian. Bahkan beberapa kali rapat gabungan dilangsungkan di “dhalem” beliau. Demikian pula ke kegiatan bahsul masail yang rutin diadakan setiap bulan, pindah dari satu MWC NU ke MWC NU lainnya, beliau sering hadir di tengah kesibukannya mendidik ribuan santri di pesantrennya.

Saya menjadi saksi begitu istiqamahnya beliau menjalankan amanah sebagai Rois Syuriah PCNU Sumenep. Beliau menjalankan fungsi keseimbangan dan menjadi rujukan ketika NU harus memutuskan berbagai masalah, termasuk situasi terakhir menyangkut kegaduhan politik di tingkat nasional yang riuhnya sampai juga ke Madura.

Dalam berbagai kesempatan taushiyahnya di rapat gabungan syuriah – tanfidziyah, beliau seringkali menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat umum misalnya, maraknya pencurian sapi dan masalah keamanan lain. Juga taushiyah berisi tentang akhlak, termasuk juga akhlak (ber) politik.

Bahkan ketika menghadapi masalah “darurat agraria” beliau meresponnya dengan memberikan taushiyah di hadapan kepala desa se Kabupaten Sumenep di pendopo kabupaten, agar tanah-tanah warga tidak lepas ke tangan investor. Saya juga menjadi saksi, di tengah kondisi kesehatan beliau yang tidak prima, bahkan terkadang dalam keadaan sakit, beliau masih menghadiri rapat atau bahsul masail. Karena faktor itulah beliau biasanya segera pulang setelah memberikan taushiyah kepada pengurus NU.

Mendengar beliau menghadap Allah, saya pun tersentak meski sebelumnya memang beredar berita bahwa beliau dibawa ke rumah sakit di Surabaya. Sebagai kiai sepuh yang tersisa, wafat beliau tentu akan berpengaruh bagi keseimbangan kehidupan masyarakat, termasuk NU, karena beliau sebagai “pakona dunnya” (pakunya bumi) selama di hidupnya (terutama kiprahnya di NU) benar-benar telah menjalankan fungsi keseimbangan.

Selamat jalan kiai, kami merindukanmu.

*Wakil Ketua PCNU Sumenep.

Leave a reply