Mudik Lebaran Seperti Kerinduan Rasulullah pada Tanah Kelahiran

Sidoarjo — Masjid al Ikhlas atau yang dikenal sebagai masjid lebah yang berlokasi di Taman Athena Perumahan Puri Surya Jaya Sidoarjo, mengadakan agenda Shalat Idul Fitri dengan mengundang Khatib dari Aswaja NU Center PWNU Jatim, Yusuf Suharto, pada Satu Syawal atau Senin, 02 Mei 2022.
Pria asal Banyuwangi ini mengangkat tema Khotbah Idul Fitri: Lebaran, Mudik, dan Orang Tua
Pada awal dinyatakannya bahwa dalam catatan sejarah, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri adalah pada tahun ke-2 Hijriah.
“Saat itu kaum Muslimin mendapatkan kemenangan besar dalam perang Badar.”
“Perayaan kemenangan yang diraih umat Islam pada waktu itu, secara tidak langsung merayakan dua kemenangan yakni kemenangan atas telah paripurnanya menjalankan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dan kemenangan dalam perang Badar.”
Ketua Persada (Persatuan Dosen Agama Islam) Nusantara Jatim ini juga menyinggung kesesuaian istilah lebaran yang dikenal masyarakat untuk menunjuk tradisi Syawal.
“Para ahli bahasa menyebut bahwa kata Lebaran salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni ‘lebar’ yang memiliki arti ‘selesai’.”
“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata Lebaran dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.”
“Makna ini selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari Lebaran, kita sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah Ta’ala.”
“Taqabbalallahu minnaa wa minkum’ yang artinya “semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kita” dan doa “wa ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin’ yang artinya ‘Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang beruntung atau menang.’”
“Itu adalah sebuah doa yang berisi harapan mendalam agar setelah melaksanakan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan ini kita akan benar-benar kembali suci dan beruntung mencapai kemenangan dengan predikat sebagai orang-orang yang bertakwa.”
“Kebahagiaan ini tentu kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Kebahagiaan akan terasa lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai.”
“Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di negara kita yakni Mudik, sebagai ekspresi kerinduan pada tanah kelahiran.”
“Kerinduan pada tanah kelahiran seperti ini juga pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad seperti yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِمَكَّةَ : ” مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ ، وَلَوْلا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya: “Berkata Rasulullah, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.”
Terkait perkembangan Masjid Ketua Takmir, Ustadz Redi kepada website PWNU Jawa Timur menyampaikan,
“Semoga masjid ini bisa menjadi salah satu referensi. Sudah ada 100-an takmir masjid yang kaji banding di masjid kecil NU ini. Mulai soal bangunan, sound system, managemen imam dan muadzin, hingga pengaturan saat pandemi. Semoga menginspirasi.”
Sebagaimana diketahui, di masjid dengan corak bentuk lebah ini diwarnai dengan tradisi muslim nusantara, yaitu dengan adanya tradisi tahlilan, qunut Shubuh dan seterusnya.
Yang bertugas di masjid pun adalah para aktivis Nahdliyin, dan khatibnya beberapa dari pengurus Aswaja NU Center PWNU Jatim, seperti Kiai Makruf Khozin, Kiai Nur Rohmad.