Menghidupkan Kembali Humor Gus Dur di Pesantren

Bagikan Sekarang
Jombang, NU Online
Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf menjelaskan penyebab KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) suka humor karena ia produk pesantren. Di dunia pesantren kehidupan santri dan kiai selalu dihiasi dengan humor. Sehingga hal yang rumit bisa diselesaikan di pesantren dengan cara humor.
TADARUS-HUMOR-GUS-DUR
“Gus Dur menjadi fenomenal salah satunya karena humornya yang kuat. Humor produk peradaban pesantren. Karena ia santri maka pintar humor. Pondasi peradaban pesantren adalah humor. Kenapa pesantren kuat humornya? Dari dulu para kiai banyak yang suka humor, bukan hanya Gus Dur. Masalah sulit bisa diselesaikan dengan humor,” katanya saat mengisi acara Tadarus Humor Gus Dur ke-9 di Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Ahad (6/1).
Mantan juru bicara Gus Dur saat jadi presiden keempat ini menjelaskan fungsi humor bagi Gus Dur itu antara lain sebagai kritik sosial, kritik kepada penguasa dan kritik diri sendiri. Fungsi keduanya yaitu sebagai langkah diplomasi. Karena diplomasi yang diawali dengan humor membuat suasana jadi cair dan ngobrolnya lebih enak.
Dalam mengkritik diri sendiri Gus Dur pernah menyampaikan jokenya saat diminta mundur jadi Presiden Indonesia lalu Gus Dur bilang “saya kok diminta mundur, maju saja harus didorong dan butuh bantuan orang lain” kata Gus Dur saat itu
“Bagi Gus Dur humor itu sebagai sarana untuk mengkritik penguasa dan diri sendiri, ia sering mengkritik Suharto pakai humor termasuk mengkritik pejabat negara lainnya. Dalam diplomasi selama saya ikut Gus Dur, ia sering memulai obrolan dengan humor. Hampir semua pemimpin negara menyukai Gus Dur karena guyonannya,” beber Kiai Yahya.
Kiai Yahya mengatakan humor sebenarnya adalah hal serius. Karena humor produk yang paling penting dari peradaban. Bersanding dengan seni dan budaya masyarakat. “Humor itu produk peradaban yang paling penting diantara berbagai macam produk peradaban. Karena humor adalah filsafat yang dialog dengan realitas. Logika yang terbentur realita lalu patah itu humor. Jadi pelawak itu filosof yang gagal,” tambahnya.
Dikatakannya, selera humor orang pesantren seperti Gus Dur tinggi karena memang santri pesantren dibekali ilmu mantiq dan gramatika bahasa arab yang tinggi. Selain itu, jadwal pelajaran yang padat dan mata pelajaran yang sulit membuat para kiai menyelipkan humor agar tak terlalu tegang.
.”Orang pesantren hidup dengan humor, karena itu cara orang pesantren bersosialisasi dan memahami rumitnya kitab kuning. Kalau ada santri yang tidak bisa guyon berarti kurang sempurna itu. Antar santri biasa guyonan, Gus Dur dan paman saya Gus Mus punya guyonan khas waktu kuliah di Mesir” tandas Kiai Yahya.

Leave a reply