Mengenai Hukum Vaksin Covid-19, Ini Penjelasan KH Ahmad Ishomuddin
JAKARTA — Setelah terkatung-katung dalam penantian, akhirnya tinggal beberapa langkah lagi Indonesia akan segera meluncurkan vaksin yang akan digunakan untuk mengatasi Covid-19.
Meski begitu, publik masih dirundung keresehan soal kehalalan vaksin. Beredar isu yang mengatakan vaksin yang akan digunakan oleh pemerintah mengandung babi.
Sehingga ada asumsi keharaman vaksin yang berkembang di masyarakat, kendati pemerintah sudah menegaskan isu tersebut tidak benar, sebagaimana pernah diposkan oleh akun Instagram @jabarsaberhoaks pada 5 Oktober 2020.
Menyikapi sengkarut persoalan umat tersebut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lewat Lembaga Bahtsul Masail (LBM) yang dimilikinya menggelar diskusi fikih atau hukum Islam terkait vaksin ini pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Di samping para kiai, hadir juga di dalam forum bahtsul masail Kepala Divisi Unit Klinik dan Imunisasi Bio Farma, dr. Mahsun Muhammadi, dan beberapa ahli kesehatan lain, termasuk dari pihak WHO Indonesia.
Merujuk pada isi pembahasan, terdapat beberapa persoalan yang membuat LBM PBNU belum berani menarik benang merah hukum fikih yang membahas vaksin Covid-19.
Penyebabnya yakni dua narasumber yang diharapkan bisa memberi kejelasan tentang bahan dasar vaksin berhalangan hadir.
Sedangkan ternyata vaksin yang diteliti oleh pemerintah bekerja sama dengan Bio Farma masih berada di tahap uji klinis fase 3.
Itu artinya belum dapat diidentifikasi bahan di dalamnya apakah ada bahan yang haram atau justru halal semua.
Meski demikian, musyawirin (anggota musyawarah) banyak yang mengamini pendapat yang disampaikan oleh Rais Syuriah PBNU, KH. Ahmad Ishomuddin, di awal pembahasan.
Dalam pendapatnya, sosok yang akrab disapa Kiai Ishom tersebut memberikan beberapa alternatif atau kemungkinan-kemungkinan.
“Apabila di dalam situasi yang darurat, sesuatu yang najis atau haram pun diperkenankan, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Mughnil Muhtaj Juz 4 Halaman 306,” terangnya.
Perlu diketahui, di dalam kitab yang disebutkan oleh Kiai Ishom tertulis redaksi yang intinya mengatakan sebagai berikut:
“Siapa yang merasa takut karena tidak makan ia akan mati atau ia akan mengalami sakit yang menakutkan atau ia merasa sakitnya bertambah parah…, sedangkan ia tidak mendapati sesuatu yang halal dan ia hanya mendapati sesuatu yang diharamkan, maka ia diperbolehkan memakannya.”
Pendapat Kiai Ishom di atas masih akan ditinjau lagi oleh LBM PBNU melalui forum yang sama setelah mendapat kejelasan mengenai bahan vaksin. (Red)