Blitar — Ada yang unik saat perayaan Lebaran Ketupat di Blitar. Jika biasanya ketupat berisi beras putih yang ditanak, namun di sini beras dicampur bubuk kakao sehingga menjadi ketupat coklat.
Selain berani tampil beda, tradisi berebut tumpeng coklat di Desa Plosorejo, Kademangan Kab Blitar ini, mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
“Unik acaranya, juga unik rasa ketupatnya. Ini kedua kalinya saya datang ke sini. Selain rasa ketupatnya ngangeni, suasana rebutannya itu yang bikin seru,” kata seorang pengunjung asal Surabaya, Septi Anggraeni (34) sebagaimana dilansir detikcom, Ahad (2/7).
Untuk lebaran tahun ini, Kampung Coklat sebagai penyelenggara Kirab Gunungan Ketupat Coklat memasak 1,5 kwintal beras. Dicampur bubuk kakao seberat 50 kg, menghasilkan 2.500 ketupat yang siap dibagikan ke semua pengunjung.
Tampak ribuan ketupat coklat ditata rapi dalam gunungan. Dipadu dengan sayuran dan buah-buahan. Di pucuk gunungan terdapat ubi ukuran besar sebagai simbol kekayaan hayati alam Indonesia.
Gunungan Ketupat lalu diarak keliling wilayah Kec Kademangan sejauh 10 km. Diikuti rombongan berbagai elemen masyarakat yang naik mobil di belakang pick up yang membawa gunungan ketupat.
Arakan berhenti tepat di pintu masuk Kampung Coklat, disambut permainan rebana puluhan santri di desa itu. Setelah ditaruh di aula terbuka, pengunjung yang berbaur dengan warga sekitar berdoa bersama. Tak lama kemudian, tanpa dikomando ribuan orang yang hadir langsung berebut gunungan tumpeng coklat itu.
“Kita patut bersyukur mendapat warisan budaya ketupat ini. Ini harus kita uri-uri (red- lestarikan) karena menjadi bagian jati diri dan kearifan lokal saat kebudayaan kita terongrong pengaruh budaya asing,” jelas pemilik Kampung Coklat, Kholid Mustofa.
Kirab gunungan kupat coklat telah empat kali digelar. Harapannya, menurut Kholid, bisa semakin membuat Blitar sebagai produsen kakao terkenal di dunia. (s@if)