Kiai Manshur Blitar, Sang Penggembleng Pejuang Kemerdekaan

0
1213
Bagikan Sekarang

Oleh: Ahmad Karomi *)

ahmad karomiSumbangsih para kiai dan ulama dalam memerangi penjajah demikian nyata. Namun dengan sifat rendah hati yang dimiliki, kiprah tersebut sengaja disimpan, ditanam sangat dalam, sehingga tidak banyak yang mengetahui. Tugas generasi muda saat ini adalah menguak peran mereka ke permukaan.

Di antara tokoh yang sumbangsihnya tidak tercatat dalam sejarah adalah KH Manshur. Beliau adalah Kiai Pucung bin Kiai Abu Manshur (KiaiThoya) dan merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara. Terlahir kira-kira tahun 1881, dan wafat 1964.

Dalam banyak keterangan, Kiai Manshur adalah teman KH Bisri Syansuri (Denanyar) dan KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas) ketika nyantri ke mahaguru para kiai, yakni Syaikhona Kholil Bangkalan. Juga sebagai sahabat dekat dari Mbah Fattah Mangunsari ketika nyantri di Mbah Zainudin Mojosari Nganjuk. Beliau saudara ipar Mbah Abd Karim, Mbah Ma’ruf Kedunglo dan Kiai Dahlan Jampes yang sama-sama menjadi menantu Mbah Soleh Banjar Mlati.

Kiprah KH Manshur dalam perjuangan kemerdekaan cukup memiliki peran penting, Bahkan yang bersangkutan diberi tugas khusus oleh KH M Hasyim Asyari untuk menggembleng / sekaligus “mengisi” pejuang untuk zona Blitar dan sekitarnya. Di antara santri Kiai Manshur yang dikenal masyarakt adalah Gus Maksum dan Kiai Idris Lirboyo yang masih terhitung cucu dari jalur istri. Tak mengherankan jika ijazah Dalail Khairat keduanya memang diambil sanad pada Kiai Manshur Kalipucung Blitar.

Salah satu kisah yang saya terima dari Kiai Hisyam Manshur (putra bungsu) Kiai Zaenuri (santri yang masih hidup), Kiai Manshur menggembleng kedigdayaan para pejuang bukan semata dari Blitar tapi berbagai penjuru daerah seperti Kediri, Malang, Tulungagung, Trenggalek, dan pejuang “kiriman” dari KH Zainul Arifin selaku komandan Hizbullah.

Tak ayal, setiap hari di depan kediamannya menjadi pondokan atau basecamp para pejuang. Konon ratusan pejuang yang akan berlaga di medan perang berjejer untuk berbaris dan disuwuk atau “diisi” oleh Kiai Manshur terlebih dahulu.

Demikian sentral peran dan tugas yang dimiliki kala itu, tak ayal Kiai Manshur menjadi salah satu target utama yang diburu Belanda untuk dilenyapkan. Sebab dirinya dituding sebagai tokoh utama “pengisi suwuk” para pejuang. Bukan semata mengajari pasukan dengan sejumlah teknik perang, juga keberanian serta semangat pantang menyerah para pejuang yang terlibat pertempuran di sejumlah kawasan.

Suatu ketika, Kiai Manshur diburu Belanda hingga daerah Tumpang Blitar, sehingga memaksanya menyamar menjadi pembuat jala ikan. Dan benar, dalam sebuah peristiwa ternyata Belanda mendekati dan bertanya keberadaannya: “Pak, kami mencari Kiai Manshur, di mana dia bersembunyi?”. Yang ditanya tentara tersebut adalah Kiai Manshur sendiri. Karena sedang menyamar sebagai pembuat jala ikan, dengan enteng menjawab lewat gelengan kepala sebagai pertanda tidak mengetahui yang bersangkutan. Selanjutnya sang tentara penjajah ini pun berlalu tanpa menyadari bahwa yang dicari sebenarnya ada di depan mata.

Ada sebuah peristiwa yang cukup masyhur di masyarakat Blitar bahwa Kiai Manshur dikenal “numbali” tanah-tanah angker di Blitar, termasuk tanah yang dilalui Belanda agar lemah tak berdaya. Salah satu kisah yang beredar, Belanda malah terseok-seok kesulitan berjalan hingga merangkak untuk masuk halaman rumah Kiai Manshur. Dalam cerita tersebut dikisahkan seakan-akan para pasukan penjajah ini mengarungi lautan. Akhirnya Belanda hanya berhasil membakar kayu kering di belakang rumah, padahal targetnya membumi-hanguskan ndalem dan pondok Kiai Manshur.

Perjuangan dan sumbangsih Kiai Manshur dalam menggelorakan semangat para pejuang dengan perantara suwuk atau jalur “isi” ini memang tidak dicatat dalam sejarah. Hal tersebut terjadi lantaran Kiai Manshur pernah berpesan kepada Mbah Wahab, supaya tidak dicatat dan dimasukkan struktural NU, beliau siap membantu NU dari luar saja.

Walhasil, hanya ulama struktural yang dicatat kiprah dan sumbangsihnya dalam sejarah. Sedangkan Kiai Manshur dengan kelebihan kiprah yang tidak kalah heroik dan menentukan tidak tercantum. Namun ada keterangan dari Kiai Hisyam bahwa Kiai Manshur pernah diangkat sebagai Ketua PCNU Blitar. Dalam keterangan lain juga disebutkan bahwa beliau pernah menjadi Ketua Masyumi Blitar.

Terlepas simpangsiur kabar beliau tercatat atau tidaknya di dalam organisasi, yang pasti perannya dalam melawan penjajah tidak diragukan. Beliau wafat kira-kira dalam usia 84 tahun dan dimakamkan di desa Kalipucung Sanan Kulon Blitar.Wallahua’lam. Lahulfatihah.

*Pengurus LTN NU Jatim

Leave a reply