Khawatir untuk Gerakan Radikal, Bantuan Anak Yatim dari Saudi Dihentikan

0
567
Bagikan Sekarang

Pasuruan — Sejak 2007, setidaknya ada Rp 100 hingga 180 miliar tiap tahun yang digelontorkan Saudi Arabia melalui Rabithah al ‘Alami al Islami yang dihimpun dari para muzakki untuk anak yatim. Dana ini akhirnya distop karena dikhawatirkan untuk menopang gerakan radikal dan teror.

Penjelasan tersebut disampaikan Menteri Sosial (Mensos) RI, Khofifah Indar Parawansa saat menghadiri acara Maulid Akbar dan Haul serta Santunan Anak Yatim yang digelar Majelis Maulid Watta’lim Raudhatussalam (Ahlussunnah wal Jamaah) pimpinan Habib Umar bin Abdullah Assegaf, Sabtu (30 April 2016) lalu.

Ikhwal terhentinya bantuan ini, kata Khofifah, ketika Sabtu (23/4) lalu ada pimpinan dari Rabithah al ‘Alami al Islami dari Jeddah yang bertamu ke rumahnya di Jakarta.

Beliau menyampaikan bahwa mulai 2007 bantuan untuk anak yatim dari Saudi Arabia melalui Rabithah al ‘Alami al Islami tak bisa masuk ke Indonesia. Padahal angkanya signifikan, antara Rp 100-180 miliar, katanya.

Pihak Rabithah al ‘Alami al Islami lantas mengundang Khofifah dengan disertai beberapa orang untuk diajak serta ke Jeddah melakukan proses kanalisasi.

“Jikalau di antara satu atau dua habib yang akan menyertai rombongan ini, karena kami diundang untuk melakukan tabayyun dari proses yang mestinya ada Rp 100-180 miliar untuk anak yatim tidak bisa masuk,” ujarnya.

“Ini sepertinya ada hal yang coba kita buka sekatnya,” kata Khofifah. Apa yang menjadikan terputusnya arus distribusi bantuan dari Rabithah al ‘Alami al Islami di Makkah itu. “Saya rasa tidak semua orang tahu ada bantuan untuk anak yatim yang mandek dalam jumlah sangat signifikan,” kata dia. Dana tersebut tentu bisa untuk melayani tanpa harus menunggu semuanya dari APBN, lanjutnya.

Hasil penelusuran Khofifah hingga Rabu (27/4) lalu, ada kekhawatiran kalau uang itu masuk ke Indonesia akan digunakan kelompok-kelompok radikal. “Ini para habaib, para masyayikh, para kiai, anak-anak kita mestinya mendapat support yang lebih banyak tetapi ada kekhawatiran bahwa uang itu akan digunakan untuk kelompok radikal,” kata Ketua PP Muslimat NU itu.

Mereka khawatir, jangan-jangan kalau diturunkan malah untuk biaya radikalisme, serta terorisme. “Maka saya minta surat resmi untuk bisa dikomunikasikan dengan berbagai elemen. Saya harus koordinasi, katakan dengan Menteri Keuangan, PPATK dan BIN,” tandasnya.

Kondisi ini, lanjut Khofifah, menjadi pekerjaan rumah bagaimana sebenarnya bangunan ukhuwah islamiyah harus dibangun lebih dekat lagi di antara umat Islam.

“Mungkin ada yang harus kita cairkan kembali komunikasi kita, kemudian kita cairkan kembali dengan saudara-saudara kita dari berbagai negara, supaya hadirnya kita bisa menjadi harapan hadirnya Rasulullah SAW dalam membangun Islam rahmatan lil alamin,” harapnya. (BM/saiful)

Leave a reply