KH Marzuki Mustamar: Orangtua NU Jodohkan Putra-Putrinya dengan Sesama NU

0
1393
Bagikan Sekarang

SURABAYA — Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar mengingatkan, keluarga NU harus tetap menguatkan akidah dan keyakinan terhadap ajaran agamanya. Yakni, penguatan Islam ala Ahlussunnah waljamaah an-Nahdliyah yang diajarkan para alim ulama dan kiai pesantren hingga membumi di Indonesia.

“Para orangtua warga NU lebih baik menjodohkan anak-anaknya dengan sesama NU. Karena, masalah akidah harus menjadi perhatian penting. Sebab, selama ini banyak kalangan yang bertentangan dengan NU tapi mengklaim sebagai Aswaja. Ini harus diwaspadai,” tutur Kiai Marzuki, dalam Kajian Aswaja di PWNU Jatim, Sabtu.

Selama ini, Kiai Marzuki Mustamar mempunyai perhatian terhadap keberlangsungan dunia pendidikan sebagai bagian penting penanaman ajaran Aswaja An-Nahdliyah.

“Pendidikan di lingkungan Ma’arif NU harus ditingkatkan. Terutama pendidikan keaswajaan hendaknya diajarkan secara serius, agar para pelajar NU ketika meneruskan ke pendidikan tinggi lebih kebal dari serangan kelompok yang mudah mengafirkan atau takfiri,” tuturnya.

“Di dalam sistem dan materi ajar di Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU harus seteril dari kutipan tokoh-tokoh Wahabi. Jangan sampai anak-anak kita mengutip dari tokoh wahabi. Pendidikan Aswaja harus dikuatkan agar bisa tahan dari serangan organisasi yang bertentangan dengan NU,” kata KH Marzuki Mustamar, yang juga Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek, Malang.

Selain itu, Kiai Marzuki berpesan, agar LP Ma’arif bisa menentukan kepala sekolah. Ketika ada lembaga pendidikan yang didirikan kiai NU, LP Ma’arif harus diajak bergabung agar bisa menyamakan visi misi di bidang pendidikan Ma’arif. “LP Ma’arif harus bisa mengklasifikasi sekolah yang di luar Ma’arif,” jelasnya.

Masih di bidang pendidikan, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU juga turut disinggung. RMI NU Jatim harus mendata pondok pesantren salaf. Selain itu, RMI harus bisa memetakan pesantren salaf dan pesantren khalaf. Misalnya pesantren salaf dengan level A mereka yang boyong bisa menjadi kiai. Sedangkan pesantren yang level B ada pendidikan formalnya.

“Khusus para gus yang bergabung dalam gawagis sering-sering ngopi bareng, menjalin silaturrahim antarpondok pesantren, agar nanti ketika menjadi pengasuh pondok pesantren, terus menjalin hubungan antar pondok pesantren,” kata Kiai Marzuki. (Red)

Leave a reply