Ketika Ustadz Ditanya Tentang Syekh Albani
Aswaja — mengkritisi karya-karya dan penilaian hadis oleh Syekh Albani, mulai dari para ulama Azhari, Syekh Abdullah Al-Harari dan para muridnya.
Dalam sebuah status media sosial salah satu Ustadz Ma’ruf Khozin kami kutip tentang perbedaan diantara para ulama.
Tentu saya berada di sudut yang berseberangan dengan Syekh Albani, hal ini bukan karena saya merasa selevel dengan Syekh Albani, bukan, tetapi karena saya mengikuti para ulama yang amalannya selalu ditentang dan dibidahkan oleh Syekh Albani.
Saya sudah kenyang dengan membaca kitab-kitab yang mengkritisi karya-karya dan penilaian hadis oleh Syekh Albani, mulai dari para ulama Azhari, Syekh Abdullah Al-Harari dan para muridnya, Syekh Abu Fattah Abu Ghuddah, Syekh Al-Ghummari yang terjadi perdebatan dengan Syekh Albani dan sebagainya. Rasanya tidak fair jika saya memandang sosok Syekh Albani melalui ulama-ulama yang kontra dengan beliau.
Baiklah. Alhamdulillah saya mendapat kemudahan membaca kitab-kitab yang sealiran dengan Syekh Albani. Diantaranya:
1. Syekh Bin Baz, Mufti Saudi Arabia
أما كتاب [سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة] فمؤلفه واسع الاطلاع في الحديث قوي في نقدها والحكم عليها بالصحة أو الضعف وقد يخطئ. (فتاوى اللجنة الدائمة – المجموعة الأولى 4/ 474)عبد الله بن قعود. عبد الله بن غديان . عبد الرزاق عفيفي . عبد العزيز بن عبد الله بن باز
“Kitab Silsilat al-Ahadits adh’Dhaifat wa al-Maudhu’ah’, Pengarangnya -Syekh Albani- memiliki pengetahuan yang luas di bidang hadis, kuat dalam mengkritik hadis, memberi penilaian sah atau dlaif. DAN TERKADANG DIA SALAH (Fatwa Lajnah ad-Daimah).
Syekh Bin Baz sudah mengingatkan terkadang ada kesalahan dari Syekh Albani. Maka saya tidak berani mengambil dari kitab-kitab beliau karena kuatir pada keterangan yang salah. Bukankah Mujtahid tetap dapat 1 pahala jika salah? Pertanyaan dibalik, sudahkah Syekh Albani memenuhi kriteria Mujtahid?
2. Syekh Abdullah bin Muhammad Dawisy
Beliau ini merangkum dan menjelaskan beberapa kontradiksi Takhrij dan penilaian sahih-dhaif oleh Syekh Albani. Beliau tegaskan di Mukadimah kitabnya:
أَمَّا بَعْدُ : فَهَذِهِ أَحَادِيْثُ وَآثَارٌ وَقَفْتُ عَلَيْهَا فِي مُؤَلَّفَاتِ الشَّيْخِ مُحَمَّدٍ نَاصِرِ الدِّيْنِ اْلأَلْبَانِي تَحْتَاجُ إِلَى تَنْبِيْهٍ مِنْهَا مَا ضَعَّفَهُ وَلَمْ يَتَعَقَّبْهُ وَمِنْهَا مَا ضَعَّفَهُ فِي مَوْضِعٍ وَقَوَّاهُ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ وَمِنْهَا مَا قَالَ فِيْهِ لَمْ أَجِدْهُ أَوْ لَمْ أَقِفْ عَلَيْهِ أَوْ نَحْوَهُمَا ، وَلَمَّا رَأَيْتُ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ يَأْخُذُوْنَ بِقَوْلِهِ بِدُوْنِ بَحْثٍ نَبَّهْتُ عَلَى مَا يَسَّرَنِيَ اللهُ تَعَالَى . فَمَا ضَعَّفَهُ وَهُوَ صَحِيْحٌ أَوْ حَسَنٌ وَلَمْ يَتَعَقَّبْهُ بَيَّنْتُهُ وَمَا ضَعَّفَهُ فِي مَوْضِعٍ ثُمَّ تَعَقَّبَهُ ذَكَرْتُ تَضْعِيْفَهُ ثُمَّ ذَكَرْتُ تَعْقِيْبَهُ لِئَلاَّ يَقْرَأَهُ مَنْ لاَ اطِّلاَعَ لَهُ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي ضَعَّفَهُ فِيْهِ فَيَظُنُّهُ ضَعِيْفًا مُطْلَقًا وَلَيْسَ اْلأَمْرُ عَلَى مَا ظَنَّهُ (تنبيه القارئ على تقوية ما ضعفه الألباني عبدالله بن محمد الدويش 5)
“Kitab ini terdiri dari hadis dan atsar yang saya temukan dalam kitab-kitab Syaikh Albani yang memerlukan peringatan, diantaranya hadis yang ia nilai dhaif tapi tidak ia ralat, diantaranya juga hadis yang ia nilai dhaif di satu kitab tetapi ia sahihkan di kitab yang lain, juga yang ia katakan ‘saya tidak menemukannya’ (padahal dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis), dan sebagainya. Ketika saya melihat banyak orang yang mengambil keterangan dari Albani tanpa meneliti maka saya ingatkan, sesuai yang dimudahkan oleh Allah kepada saya. Maka, apa yang didhaifkan oleh Albani padahal hadis itu sahih atau hasan, maka saya jelaskan. Juga hadis yang didhaifkan Albani di satu kitab tapi ia ralat, maka saya sebutkan penilaian dhaifnya dan ralatnya tersebut. Supaya tidak dibaca oleh orang yang tidak mengerti di bagian kitab yang dinilai dhaif oleh Albani sehingga ia menyangka bahwa hadis itu dhaif secara mutlak, padahal hakikatnya tidak seperti itu” (Tanbih al-Qari’, 5, Abdullah ad-Dawisy)
Abdullah bin Muhammad ad-Dawisy menilai kontradiksi Albani yang dinilainya dlaif di satu kitab tetapi ia sahihkan di kitab lain berjumlah 294 hadis. Sementara yang sebaliknya (dari sahih ke dhaif) berjumlah 13 hadis (Baca keseluruhan kitab Tanbih al-Qari’).
3. Syekh Muhammad Abu Umar mengkaji kontradiksi tersebut dari dlaif ke sahih 110 hadis, dar sahih ke dlaif 71 hadis dan dari hasan ke sahih dan sebaliknya 29. Kesemuanya berjumlah 210 hadis (Mukhtashar Tarajuat al-Albani).
Lha sesama muridnya Syekh Albani saja beda penilaian baik dalam jumlah atau sahih tidaknya. Lalu mana yang akan kita ikuti?
Kesalahan kan wajar, banyak ahli hadis lain yang lalai dan melakukan kesalahan? Ya betul. Sekarang pertanyaan dibalik, siapa di antara ahli hadis seperti Al-Hafidz Ibnu Hajar, As-Suyuthi, As-Sakhawi, Al-Haitsami, Al-Ajluni, Al-Kinani, Al-Fatanni, yang melakukan kesalahan sampai ratusan?