Ini Tantangan Berat Santri di Era Digital

0
1052
Bagikan Sekarang

Surabaya — Di tengah arus perkembangan teknologi, sudah saatnya santri tidak hanya menjadi pengikut, tapi sebagai panutan karena mempunyai keunikan dan memiliki kreatifitas tinggi. Hal ini disampaikan KH Abdul Ghoffar Rozien, MEd pada diskusi Hari Santri Nasional di Maspion Square, Rabu (25/10).

Dalam diskusi ini, Gus Rozien, sapaan akrabnya menekankan betapa santri zaman sekarang harus percaya diri dan terus mengembangkan kreatifitas. “Di zaman digital seperti saat ini, tantangan santri semakin berat,” kata Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) PBNU tersebut.

Namun dengan kelebihan yang ada, para santri punya instrumen untuk mengembangkan diri. “Teknologi informasi hanya sebagai alat, sebagai wasilah, maka harus digunakan sesuai konteksnya agar bermanfaat secara maksimal,” ungkapnya.

Pada acara ini, Gus Rozien mengisahkan bahwa pesantren memiliki kultur pengetahuan yang kuat, dan tetap relevan dalam perkembangan digital sekarang. “Pesantren punya tradisi sanad, untuk menjaga pengetahuan. Ada teman yang merumuskan fikih media sosial, di antaranya menggali metode sanad untuk akurasi informasi,” jelas Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati tersebut.

Sedangkan Hasan Chabibie menggambarkan betapa percepatan teknologi harus disikapi secara optimis. “Media televisi butuh 20 hingga 30 tahun untuk mempengaruhi publik, radio bahkan lebih lama,” jelasnya. Sekarang, teknologi informasi dan media sosial sangat cepat berkembang. Komunitas santri harus siap dengan perkembangan ini. “Jadilah aktor yang mewarnai media social,” ajaknya. Di sisi lain, komunitas pesantren harus memiliki ‘knowledge management’ yang bagus, untuk mewariskan pengetahuan pesantren pada lintas generasi, lanjutnya.

Narasumber berikutnya, H Ahmad Athoillah mengingatkan para santri tentang kaidah penting. “Para santri punya kaidah menjaga sesuatu yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik,” kata Gus Aik, sapaan akrabnya. Kaidah ini masih relevan dengan menggunakan teknologi untuk mengambil manfaat yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjaga khazanah pesantren yang baik, di antaranya kemampuan mengaji kitab kuning dan mengkaji pelbagai masalah keagamaan-kehidupan yang kontekstual.

Diskusi bertema “E-Literacy untuk Penguatan Pendidikan” ini dipandu Munawir Aziz tersebut juga dihadiri KH. Lukman Haris Dimyati selaku Ketua Gerakan Ayo Mondok, sekaligus Pengasuh Pesantren Tremas Pacitan, Gus Reza Ahmad (Ketua RMI Jatim), dan beberapa kiai pengasuh pesantren di Jawa Timur.

Acara ditutup dengan penyerahan hadiah bagi para pemenang lomba esai pesantren dan videotren. (Romi)

Leave a reply