Gus Sholah Wafat, Dimakamkan di Dekat Gus Dur di Tebuireng Jombang

0
1391
Bagikan Sekarang

JAKARTA – Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid alias Gus Sholah meninggal pada Ahad, 2 Februari 2020. Cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari itu meninggal setelah melewati masa kritisnya di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

“Gus Sholah baru saja wafat, pada pukul 20.55. Mohon dimaafkan seluruh kesalahan. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu,” kata putra Gus Solah, Irfan Wahid, Ahad, 2 Februari 2020. Menurut rencana, jenazah akan dimakamkan di Kompleks Makam Tebuireng Jombang, Senin 3 Februari 2020, usai Shalat Ashar.

Jenazah almarhum KH Salahuddin Wahid tiba di Bandara Juanda, Sidoarjo, Senin 3 Februari 2020, siang ini. Disambut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, sekaligus yang membawa foto Gus Sholah, menuju ke Pesantren Tebuireng Jombang.

Memang, meninggalnya Gus Sholah benar-benar dirasakan kehilangan bagi masyarakat Jawa Timur. Pangdam V/Brawijaya Mayor Jenderal TNI R. Wisnoe Prasetja Boedi dan Irjen Luki Hermawan dan Kapolda Jatim angkat peti jenazah almarhum Gus Sholah.

Dalam rombongan tersebut, Khofifah langsung menyambut Ny Farida Salahuddin, istri Gus Sholah, bersama keluarganya.

Sebelumnya, jenazah tokoh nasional tersebut diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Bangka Raya 2C Jakarta, menuju ke Bandara Halim Perdamakusumah di Jakarta. Diberangkatkan melalui pesawat Batin Air, penerbangan khusus, menuju ke Pesantren Tebuireng Jombang diperkirakan pada pukul 12.00 WIB. Selanjutnya pada pukul 14.00 WIB, disemayamkan di Masjid Pesantren Tebuireng untuk disalatkan.

Semasa hidupnya, pria kelahiran Jombang, 11 September 1942 itu dikenal sebagai ulama yang gemar menulis, aktivis, juga politikus. Meninggalkan kariernya di bidang kontraktor, pria lulusan arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mulai aktif menulis. Pada 1993, Gus Solah menjadi pimpinan redaksi majalah Konsultan. Setelah itu, ia aktif menulis di harian Republika, Kompas, Suara Karya, dan lain sebagainya.

Tulisan-tulisannya banyak menyoroti berbagai persoalan yang sedang dihadapi umat dan bangsa. Selain menulis di media massa, Gus Solah juga menulis beberapa buku. Karya-karyanya yang telah dibukukan, antara lain: Negeri di Balik Kabut Sejarah (November 2001), Mendengar Suara Rakyat (September 2001), Menggagas Peran Politik NU (2002), Basmi Korupsi, Jihad Akbar Bangsa Indonesia (November 2003), Ikut Membangun Demokrasi, Pengalaman 55 Hari Menjadi Calon Wakil Presiden (November 2004).

Sejak pertengahan tahun 2007, Gus Solah mengumpulkan naskah-naskah tulisannya yang pernah diterbitkan di berbagai media untuk diterbitkan dalam bentuk buku. Selain itu, Gus Solah juga sering diminta memberikan pengantar pada buku-buku karya penulis lain.

Kemampuan menulis Gus Solah tidak lepas dari kegemarannya membaca sejak usia muda. Kebiasaan itu terus dipertahankan hingga usia tua. Menurut pengakuan Gus Solah, dia biasanya menyediakan waktu untuk membaca sebelum dan sesudah makan sahur, setelah salat subuh, pagi hari, dan juga sore hari. Dalam satu bulan, sepuluh judul buku bisa habis dibacanya.

Gus Solah juga aktif berorganisasi sejak muda. Ia pernah menjadi bagian ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), bahkan pernah terpilih menjadi Anggota Dewan Penasehat ICMI sejak 1995 hingga 2005. Lalu pada tahun 2000, terpilih menjadi Ketua MPP ICMI periode 2000-2005. Keanggotaannya di ICMI membuat Gus Solah semakin dekat dengan dunia politik.

Sejak bergulirnya era reformasi, keterlibatan Gus Solah dalam bidang politik semakin intens. Ia pernah bergabung dengan Partai Kebangkitan Umat (PKU) yang didirikan Kiai Yusuf Hasyim dan menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat serta Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu PKU.

Pada September 1999, Gus Solah mengundurkan diri dari PKU. Lalu pada Muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Gus Solah ikut maju sebagai salah seorang kandidat Ketua Umum PBNU. Gus Solah kemudian terpilih sebagai salah satu ketua PBNU periode 1999-2004.

Pada akhir 2001, Gus Solah juga terpilih sebagai salah satu dari 23 anggota Komnas HAM periode 2002-2007. Selama berkiprah di Komnas HAM, Gus Solah sempat memimpin TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) untuk menyelidiki kasus Kerusuhan Mei 1998 (Januari-September 2003), kemudian Ketua Tim Penyelidik Adhoc Pelanggaran HAM Berat kasus Mei 1998, Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pulau Buru, dan lain sebagainya.

Ketika sistem pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung pada 2004, Gus Solah sempat dipinang Golkar untuk maju sebagai cawapres berpasangan dengan Wiranto. Deklarasinya dilakukan di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa 11 Mei 2004. Ini merupakan babak baru dari perjalanan karier politiknya.

Untuk menunjukkan keseriusannya sebagai cawapres, Gus Solah mengundurkan diri dari Komnas HAM dan PBNU. Namun, perolehan suara yang sedikit membuat mereka gagal mengisi kursi pimpinan pemerintahan. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang menang.

Meninggalkan dunia politik, pada 2006, Gus Solah kemudian memimpin Pesantren Tebuireng. Sejak era kepemimpinannya, pesantren itu pun berbenah dan tercatat sebagai salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. (Red)

Leave a reply