LBM-NU Jatim Perjelas Pemahaman tentang Kurban

0
935
Bagikan Sekarang

ustad-maruf-khozinSURABAYA — Anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (LBM PWNU Jatim), Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin berkomentar. Dalam akun Facebooknya, Alumni Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Mojo, Kediri ini menjawab tuduhan Syekh Ali Jaber seputar masalah kurban yang diamalkan umat Islam di Indonesia.

Pertama, Syekh Ali Jaber mengatakan hukum kurban adalah wajib. Mantan Ketua LBM PCNU Surabaya ini menjawab:

“Boleh Anda berpendapat seperti itu, namun pendapat seperti ini dibantah oleh ahli hadits bermadzhab Syafi’iyyah yaitu Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari.

Diantara hadits yang menunjukkan kurban adalah sunah sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:كُتِبَ عَلِيَّ النَّحْرُ وَالذَّبْحُ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ (رواه الطبراني)

Yang artinya: Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Menyembelih kurban wajib bagiku dan tidak diwajibkan bagi kalian (Hadits Riwayat al-Thabrani). Hadis ini juga memiliki banyak jalur riwayat meskipun dhaif.

Terbukti juga seorang sahabat berkata:

قَالَ اِبْن عُمَر : هِيَ سُنَّة وَمَعْرُوف (رواه البخاري)

Yang artinya: Ibnu Umar berkata: Qurban adalah sunah dan telah diketahui (Hadits Riwayat al-Bukhari).

Imam Syafii juga berkata:

قَالَ الشَّافِعِي وَبَلَغَنَا أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَا لاَ يُضَحِّيَانِ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُرَى أنَّهَا وَاجِبَةٌ (مختصر المزني مع الأم 8/ 283)

Yang artinya: Telah sampai kepada kami bahwa Abu Bakar dan Umar (pernah) tidak menyembelih qurban karena khawatir akan dianggap wajib (Mukhtashar al-Muzani 8/283).

Oleh karenanya ahli hadits Imam al-Tirmidzi berkesimpulan:

قَالَ التِّرْمِذِيّ : الْعَمَل عَلَى هَذَا عِنْد أَهْل الْعِلْم أَنَّ الْأُضْحِيَّة لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ

Yang artinya: Menurut para ulama bahwa qurban tidak wajib.

Pertanyaan untuk Syekh: Apakah seperti yang diamalkan Muslim Indonesia ini salah, Syekh?”

Kedua, terkait hitungan qurban yang dikatakan Syekh Ali Jaber per-keluarga, bukan per-orang. Dikatakan, jika dalam satu keluarga itu ada 45 anggota keluarga yang terdiri dari 1 suami, 4 istri, dan 40 anak, maka cukup berkurban wajib 1 ekor kambing saja, tidak lebih dari itu kewajibannya. Ustadz Ma’ruf Khozin pun angkat bicara mengenai hitungan qurban ala Syekh ini dan berkata:

“Syekh Ali Jaber ini mengambil dari beberapa pendapat ulama berikut:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ

Yang artinya: Inilah (satu kambing untuk 1 keluarga) yang diamalkan oleh sebagian ulama. Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahwaih.

Namun Imam al-Tirmidzi masih melanjutkan:

وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لاَ تُجْزِئُ الشَّاةُ إِلاَّ عَنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ وَغَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ. (سنن الترمذى – ج 6 / ص 136)

Yang artinya: Menurut sebagian ulama yang lain, 1 kambing tidak cukup kecuali untuk 1 orang. Ini adalah pendapat Abdullah bin Mubarak dan ulama lainnya (Sunan al-Tirmidzi, 6/136).

Pendapat Ibnu Mubarak inilah yang sejalan dengan madzhab Syafi’iyyah dan diamalkan oleh Muslim Indonesia. Imam al-Nawawi berkata:

(فرع) تَجْزِئُ الشَّاةُ عَنْ وَاحِدٍ وَلَا تَجْزِئُ عَنْ أَكْثَرَ مِنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إِذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ تَأَدَّى الشِّعَارَ فِي حَقِّ جَمِيْعِهِمْ وَتَكُوْنُ التَّضْحِيَةُ فِي حَقِّهِمْ سُنَّةَ كِفَايَةٍ (المجموع ج 8 / ص 397)

Yang artinya: Kambing mencukupi untuk 1 orang dan tidak mencukupi untuk 1 orang lebih. Namun, jika ada 1 orang menyembelih kambing untuk 1 keluarga, maka ia telah melakukan syiar untuk keluarganya dan qurban menjadi sunah kifayah bagi mereka (al-Majmu’, 8/397).

Pertanyaan untuk Syekh: Apakah Muslim Indonesia ini memang Islam Keturunan yang hanya taklid, ataukah sudah menjadi amaliah sejak masa ulama Salaf, Syekh?”

Terakhir, Syekh Ali Jaber mengatakan bahwa penyembelihan qurban cukup dengan menyebut Bismillah atas namaku dan keluargaku, tidak perlu menyebutkan nama keluarga satu persatu, dan di dalamnya juga sudah termasuk untuk orangtua yang sudah meninggal. Maka dijawab oleh Ustadz Ma’ruf Khozin dengan indah melalui sebuah hadits riwayat Imam al-Baihaqi sebagai berikut:

“Perihal menyebut nama seperti yang Anda sampaikan memang sudah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi yang terjadi di negeri kami, hewan yang disembelih biasanya tidak disembelih sendiri, melainkan diwakilkan kepada orang lain untuk menyembelih. Maka wakil tersebut sah-sah saja menyebut nama-nama pemilik qurban:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا : لاَ يَذْبَحُ أُضْحِيَّتَكَ إِلاَّ مُسْلِمٌ وَإِذَا ذَبَحْتَ فَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ (سنن البيهقى – ج 2 / ص 27)

Yang artinya: Ibnu Abbas berkata: “Hanya orang muslim yang menyembelih qurbanmu. Jika kamu menyembelih, ucapkan: Bismillah, Ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah terimalah qurban si fulan… (Hadits Riwayat al-Baihaqi).”

Leave a reply