Kiprah Kiai Hasan Genggong Dijelaskan pada Puncak Haul

0
815
Bagikan Sekarang

Probolinggo – Haul almarhum al-arif billah KH Muhammad Hasan ke 62 digelar di Masjid Jami’ al-Barokah Genggong Probolinggo, Rabu (5/7) pagi. Para jamaah terlihat sangat antusias sehingga memadati masjid yang berada di kawasan Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo tersebut. Haul KH Muhammad Hasan Genggong selalu diperingati setiap 11 Syawal.

Di antara ribuan jamaah itu, tampak sejumlah pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong. Di antaranya, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah, KH Moh Hasan Saiful Islam, KH Moh Hasan Naufal, KH Moh Hasan Zidni Ilman, serta sejumlah tuan rumah. Hadir pula Habib Hadi bin Ahmad Assegaf.

Acara dibuka dengan pembacaan shalawat oleh habaib dan shahibul bait dengan diiringi hadrah al-Hasanain. Para jamaah khidmat mengikuti rangkaian acara hingga usai.

KH Moh Hasan Saiful Islam ketika sambutan banyak menceritakan keistimewaan KH Muhammad Hasan semasa hidupnya. Menurutnya, Kiai Sepuh -sapaan akrab KH Muhammad Hasan semasa hidupnya – adalah sosok panutan di jamannya.

Beliau dilahirkan pada 27 Rajab 1840 hijriyah di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Probolinggo. Tanda-tanda keistimewaan Kiai Sepuh sudah tampak saat masih di dalam kandungan. “Istri Kiai Syamsuddin waktu hamil pernah bermimpi menelan bulan. Ini menandakan janinnya kelak akan menjadi orang mulia,” terang Kiai Saiful Islam.

Ayah Kiai Sepuh, Kiai Syamsuddin yang lebih akrab disapa Kiai Miri adalah seorang pembaca sejarah Nabi dan para wali. Pernah suatu ketika Kiai Miri berceramah di kawasan setempat dan pulang terlalu larut. Di jalan mendaki, Kiai Miri melihat cahaya dari kejauhan yang memancar dari arah timur yakni dari kediamannya, “Cerita ini menurut KH Maksum, Sentong,” jelas Kiai Saiful Islam. Ketika Kiai Miri sampai di rumah, ternyata kiai sepuh sudah lahir, lanjut Non Beng, sapaan karib Kiai Saiful Islam.

Menurut Kiai Saiful Islam, almarhum Kiai Hasan adalah salah satu santri angkatan pertama Kiai Kholil Bangkalan,. “Pada tahun 1860, almarhum ikut membantu mendirikan pondok Kiai Cholil,” terangnya.
Saat menjadi santri Kiai Nawawi Banten di Mekkah, Kiai Sepuh bermimpi Rasulullah. Dalam mimpinya, beliau memohon agar Nabi Muhammad SAW menginjak kepalanya, sebagai andalan kelak di akhirat. “Rasul bersedia menginjak kepala almarhum Kiai Sepuh,” jelas Non Beng.

Pada tahun 1952, NU keluar dari Partai Masyumi, yang ketika itu mewadahi organisasi massa Islam. Kiai Asnawi, putra Kiai Sepuh, kecewa terhadap kiai NU karena keluar dari Masyumi tersebut. Lalu Kiai Asnawi protes kepada Kiai Sepuh dan bahkan menyatakan akan keluar dari NU. “Jangan kecewa kepada NU nak, jangan keluar. NU adalah jamiyah yang diridhai (Allah),” dawuh Kiai Sepuh seperti ditirukan KH Moh Hasan Saiful Islam.

Pada jaman penjajahan Belanda, Kiai Sepuh pernah didatangi tamu Van Der Plas dan rombongan. Van Der Plas sempat minta didoakan oleh Kiai Sepuh saat bertamu dan Kiai Sepuh mendoakannya.
Kiai Hasan Saifouridzall yang melihat hal tersebut merasa aneh dan bertanya pada Kiai Sepuh. Apa jawaban dari Kiai Sepuh? Ternyata doa yang dibacakan kala itu adalah doa qunut. “Doa qunut ini tujuannya agar Van Der Plas dan rombongannya mendapat hidayah,” jelas Non Beng.

Saat mengisi pengajian kitab tafsir di bulan puasa pada tahun 1955, Kiai Sepuh mengatakan bahwa santri kembali ke pondok Genggong kala itu diganti tanggal 10 Syawal yang biasanya tanggal 15 Syawal. Karena menurut Kiai Sepuh, tanggal 11 Syawal akan ada pengajian besar. “Ternyata pada pada tanggal 11 Syawal tersebut Kiai Sepuh wafat, Beliau wafat di tengah-tengah santri yang sudah kembali ke pesantren,” jelas Non Beng.

Di ujung sambutannya, Kiai Saiful Islam mengharapkan jamaah agar menjaga putra-putrinya sejak dini dari kenakalan remaja, seperti memakai narkoba, miras, geng, begal dan lain-lain yang kian meresahkan masyarakat. “Awas anak kita itu titipan dari Allah, karena orang tuanya yang bertanggung jawab nanti di hadapan Allah SWT,” tegasnya. (dos/s@if)

Leave a reply