Karomah Mbah Wahab

1
1558
Bagikan Sekarang

Oleh: Rojiful Mamduh (Pewarta Radar Mojokerto, Jawa Pos Grup)

Saat haul KH Abdul Wahab Chasbullah ke-46 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jumat (4/8), KH Asep Saifudin Chalim banyak bercerita tentang karomah Mbah Wahab.

Inspirator, pendiri dan penggerak NU sekaligus pahlawan nasional tersebut lahir pada 1886. Pada saat berusia 13 tahun, beliau berangkat mondok ke Langitan. Beliau berangkat naik dokar dengan membawa segala perbekalan. Di tengah jalan, tiba-tiba kudanya lepas sehingga dokar tersebut terjerembab. Si kusir otomatis jatuh. Walaupun kudanya ditemukan kembali, si kusir tak bisa lagi mengendalikan karena cidera. Diluar dugaan, Abdul Wahab Chasbullah yang baru berusia 13 tahun lalu berdoa dan mengusap bagian tubuh si kusir yang sakit hingga akhirnya sembuh seperti sedia kala. Perjalanan ke Langitan akhirnya bisa dilanjutkan.

KH Asep Saifudin Chalim sekarang menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu). Ayahnya, KH Abdul Chalim, lebih muda 13 tahun dari Mbah Wahab. Kiai Chalim pernah bersama Mbah Wahab di Makkah. Sepulang dari tanah suci, Kiai Chalim membantu perjuangan Mbah Wahab di Surabaya. Kiai Chalim ini spesialis sekretaris. Pada 1922, Kiai Chalim menjadi Sekretaris Nahdlatul Wathan, lembaga pendidikan yang memiliki banyak cabang yang didirikan Mbah Wahab.

Sampai dengan NU berdiri 1926, Kiai Chalim terus membantu Mbah Wahab dalam hal surat menyurat.

Kiai Asep cerita, pada awal berdirinya NU, kongres digelar setiap tahun. Sampai tahun kedelapan, belum ada tanfidziyah. Baru pada kongres kesembilan dibentuk tanfidziyah. Mbah Wahab menjadi Katib 1, sedangkan Kiai Chalim Katib 2.

“Semua pengurus NU waktu itu punya pondok. Hanya ayah saya yang tidak. Karena beliau yang bagian ke mana-mana antar surat,” paparnya.

Suatu ketika, dalam pertemuan pengurus NU, ada yang mengutarakan hal tersebut. Kok Kiai Chalim belum punya pondok sendiri? “Ayah saya lalu bilang, saya memang belum punya pondok. Tapi anak saya nanti punya pondok besar,” ucapnya. Mendengar perkataan itu Mbah Wahab langsung mengucapkan amin. “Amin yang sangat mendalam,” ucapnya.

“Saya ini putranya Kiai Chalim yang paling kecil. Yang nomor 21. Alhamdulillah keturutan punya pondok. Saya yakin ini berkat doa ayah saya yang diaminkan Mbah Wahab,” tandas Kiai Asep.

Ini seperti teori Imam Ghozali, mencintai ulama dan mengabdi kepada ulama, akan dianugerahi keturunan yang menjadi ulama.

Pesantren Amanatul Ummah Pacet yang diasuh Kiai Asep kini memiliki ribuan santri. Para santrinya datang dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Program kelas akselerasi, kelas internasional dan sekolah alam menjadi salah satu unggulan pesantrennya. (s@if)

1 comment

Leave a reply