Abaikan Sektor Pertanian, Kaum Muda Pilih Jadi Buruh Pabrik

0
609
Bagikan Sekarang

Jombang — Besarnya kontribusi Jawa Timur terhadap komoditas pangan secara nasional, perlu diimbangi perhatian yang memadai dan peningkatan kinerja sektor pertanian. Hal itu penting segera dilakukan, agar potensi pertanian tidak justru terabaikan dan tergeser oleh sektor industri dan jasa.

“Mayoritas penduduk Jatim bekerja di sektor pertanian, tapi kontribusinya terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto, red) masih relatif kecil,” kata anggota Komisi B DPRD Jawa Timur Aisyah Lilia Agustina. Menurut Icha, panggilan akrabnya, besarnya tenaga kerja di sektor pertanian dengan kontribusi pertanian terhadap PDRBdi Jawa Timur masih belum sebanding, lanjutnya usai menghadiri Lokakarya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Jombang, Rabu (12/10).

Kondisi tersebut, mengindikasikan struktur ekonomi di Jatim ternyata mengalami dualisme. Sebab, dari segi penyerapan tenaga kerja, hingga saat ini, sektor pertanian masih merupakan sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber kehidupan masyarakat Jatim (36,57%). “Sektor industri hanya menyerap 13,94% tenaga kerja, tapi kontribusinya terhadap PDRB mencapai 29,27%, jauh di atas sektor pertanian yang hanya menyumbang 13,75% PDRB pada 2015,” imbuhnya.

Sebagai sektor basis, pertanian terus menunjukkan gejala penurunan kontribusi terhadap ekonomi Jatim. “Pada 2013, kontribusi sektor pertanian mencapai 15,36%, menurun menjadi 14,90% pada 2014. Dan, pada 2015 turun lagi menjadi 13,75%,” terangnya.

Secara teori, tren penurunan tersebut merupakan hal yang wajar. Semakin berkembang suatu daerah, akan memicu transformasi di sektor pertanian. Akan tetapi, tren penurunan tersebut menjadi tidak wajar jika dipicu persepsi bahwa sektor pertanian menjadi tidak penting dalam proses pembangunan. Akibatnya, sektor pertanian dikesampingkan dan pemerintah lebih mengembangkan sektor industri dan jasa. “Apalagi, pengembangan sektor industri dan jasa seringkali dibangun dengan basis paradigma konglomeratif dan kapitalisme semu,” tandasnya.

Pada kesempatan sama, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian NU Kabupaten Jombang M Subhan mengatakan, kondisi tersebut harus menjadi perhatian publik, terutama para pemegang kebijakan. “Ini akan sangat mungkin berpengaruh pada produktivitas pertanian ke depan. Perhatian harus mulai diarahkan ke sana. Mengapa sektor pertanian semakin ditinggalkan oleh kaum muda,” ungkapnya.

Menurut aktivis pertanian jebolan Universitas Jember ini, regenerasi petani di Jombang mengalami krisis yang sangat memprihatinkan. Kaum muda pedesaan yang diharapkan meneruskan kegiatan pertanian di desa, lebih memilih bekerja di pabrik ketimbang bergelut dengan lumpur meneruskan profesi generasi sebelumnya.

Dari hasil pengamatan dan diskusi tentang pertanian di berbagai forum yang pernah diikuti, Subhan menyimpulkan, banyak faktor yang menyebabkan keengganan kaum muda untuk menjadi petani. “Salah satunya, bertani dianggap tidak menjanjikan. Tidak ada kepastian hasil dan keuntungannya sulit diprediksi,” pungkasnya. (saiful)

Leave a reply